MAKLUMAT — Pemerintah Indonesia resmi mengizinkan pelaksanaan uji klinis vaksin TBC M72, sebagai bagian dari upaya menekan angka kasus tuberkulosis (TBC) yang masih menjadi penyakit menular mematikan dan banyak diderita masyarakat Indonesia.
Dosen Program Studi (Prodi) Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), dr Rengganis Praswitasari, menyatakan bahwa vaksin M72 berpotensi besar menjadi bagian penting dari strategi nasional pengendalian TBC.
“Berbeda dengan pengobatan yang fokus pada individu yang telah terinfeksi, vaksin TBC M72 dapat digunakan untuk mencegah penularan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah endemik atau memiliki kontak erat dengan penderita,” ujar dr Rengganis, dilansir dari laman resmi Umsida.
Ahli parasitologi itu menyebut bahwa jika diterapkan dalam skala besar, vaksin ini diyakini dapat menurunkan angka kejadian TBC secara signifikan, meringankan beban sistem kesehatan, dan mengurangi biaya pengobatan jangka panjang.
Uji Klinis Dilakukan Bertahap
Menurut dr Rengganis, uji klinis merupakan tahap penting untuk memastikan keamanan dan efektivitas vaksin sebelum digunakan secara luas. Proses ini terdiri atas:
- Pra-klinis: Sebelum memulai uji klinis pada manusia, peneliti melakukan penelitian pra-klinis. Ini melibatkan pengujian di laboratorium dan pada model hewan untuk mengevaluasi keamanan dan efektivitas awal dari intervensi yang akan diuji.
- Pendaftaran dan persetujuan: Sebelum uji klinis dapat dilaksanakan, peneliti harus meminta izin dari badan pengawas kesehatan, seperti FDA (Food and Drug Administration) di AS, atau BPOM di Indonesia. Protokol penelitian harus disediakan dan dinilai oleh komite etika.
- Tahap I: Pada tahap ini, vaksin diuji pada sekelompok kecil orang (20 hingga 100 orang). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi keamanan vaksin, termasuk mengidentifikasi efek samping dan menilai sejauh mana vaksin dapat menghasilkan respons imun dalam tubuh.
- Tahap II: Jika tahap I berhasil, peneliti melanjutkan ke tahap II. Di sini uji klinis diperluas untuk mencakup ratusan peserta (100-300) yang memiliki karakteristik serupa dengan kelompok penerima vaksin yang sebenarnya. Tahap ini memberikan informasi tambahan tentang keamanan dan potensi risiko vaksin, serta mengevaluasi efektivitas vaksin dalam membangkitkan respons imun.
- Tahap III: Pada tahap ini, uji klinis melibatkan ribuan orang (1.000-3.000). Peneliti menyelidiki lebih lanjut efektivitas vaksin, memantau efek samping umum dan yang jarang terjadi, serta mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk mendukung penggunaan vaksin yang aman di populasi umum. Jika hasilnya positif, data dari tahap ini menjadi dasar untuk meminta persetujuan regulasi.
- Tahap IV: Setelah intervensi disetujui dan diluncurkan untuk digunakan di masyarakat, tahap IV atau studi pasca-pemasaran dilakukan ketika vaksin masih dipantau setelah digunakan oleh masyarakat. Melihat efektivitas dan keamanan seiring penggunaan jangka panjang.
- Penerapan: Jika semua data mendukung keamanan dan efektivitas, intervensi tersebut siap diterapkan secara klinis sebagai bagian dari praktik medis yang standar.
Badan POM RI telah mengevaluasi protokol uji klinik vaksin Mycobacterium tuberculosis (Mtb) M72/AS01E-4 yang menjadi pendukung dilaksanakannya uji klinik fase 3, serta sudah didukung hasil uji klinik fase 2 (TB-009, TB-017, Gates MRI TBV02-202) dan 2b (GSK TB-018) sebelumnya. Vaksin ini menunjukkan:
- Keamanan memadai;
- Imunogenisitas tinggi; dan
- Efikasi vaksin yang menjanjikan.
FK Umsida Berkomitmen dalam Pencegahan TBC

Fakultas Kedokteran (FK) Umsida dikenal unggul dalam kedokteran pencegahan, khususnya TBC paru. Komitmen ini bukan tanpa alasan: Indonesia menduduki posisi kedua dunia untuk jumlah kasus TBC, sementara Kabupaten Sidoarjo termasuk wilayah dengan temuan kasus tertinggi di Jawa Timur, yakni 5.141 kasus.
“Mahasiswa kami terlibat aktif dalam edukasi masyarakat, riset epidemiologi, dan pengembangan strategi skrining dini,” jelas dr Rengganis.
Program interdisipliner dengan kesehatan masyarakat dan ilmu sosial juga dilakukan untuk mendekati penanganan TBC secara holistik.
Kesimpulannya, vaksin M72 bukanlah pengganti pengobatan, melainkan pelengkap penting dalam upaya menyeluruh melawan TBC.
Dengan dukungan pendidikan, penelitian, dan kemitraan komunitas, seperti yang dijalankan FK Umsida, vaksin ini berpotensi menjadi penentu dalam perjalanan Indonesia menuju eliminasi TBC.