MAKLUMAT – Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar, Idrus Marham, menyatakan pihaknya telah menerima kekalahan jagoannya, Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) di Pilgub Jakarta 2024. Ia juga mengungkapkan alasan mengapa RIDO tidak jadi melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Idrus menjelaskan, hasil Pilgub Jakarta 2024 yang menempatkan paslon nomor urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno (Pram-Doel) sebagai pemenang, dengan raihan suara terbanyak harus diterima sebagai sebuah realitas politik.
“Yang terjadi ternyata hasil Pilgub DKI Jakarta ya faktanya paslon nomor 3 yang mendapatkan suara 50,07%. Sementara paslon nomor 1 itu sekitar 39,9%,” ujarnya, Kamis (12/12/2024).
“Nah ini sebuah realitas politik yang harus kita terima,” sambung Idrus.
Arahan Presiden Prabowo
Tak hanya itu, Idrus menyebut sikap tersebut juga merupakan arahan langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra.
“Menerimanya ini tetap berdasarkan suatu prinsip Partai Golkar dan juga arahan Pak Prabowo adalah untuk membangun Indonesia berbasis asas kebangsaan, asas kekeluargaan, asas kebersamaan,” ungkapnya.
Idrus menilai, yang terpenting adalah tujuan serta visi yang sama untuk membangun tanah air yang lebih baik dan semakin maju ke depan, terlepas dari siapa yang menjadi pemenang Pilkada.
Pertimbangan Secara Hukum
Sementara itu, berdasarkan Pasal 158 UU Pilkada, gugatan ke MK hanya dapat diajukan jika selisih suara antara pasangan calon tidak lebih dari 1 persen untuk daerah dengan jumlah pemilih 6–12 juta, seperti Jakarta.
Namun, pada faktanya selisih suara antara pasangan RIDO usungan KIM Plus dengan duet Pram-Doel yang diusung PDI Perjuangan (PDIP) mencapai lebih dari 10 persen.
“Nah, ternyata ini kan selisihnya misalkan berapa? Ya lebih hampir 10 persen dan lain-lain sebagainya. Nah Partai Golkar sebagai partai yang dari awal menyampaikan bahwa kita ini adalah taat asas,” tandas Idrus.
Dengan demikian, Idrus menegaskan, sikap Golkar tidak akan menabrak hukum. Ia menekankan bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari pendewasaan politik.
“Negara kita ini adalah negara hukum. Tidak boleh kita mengambil langkah-langkah yang menabrak hukum. Kita ikuti hukum meskipun secara politik praktis itu mungkin merugikan kita,” pungkasnya.