Timpa Teks, Cara Masyarakat Menertawakan Tingkah Pejabat Publik

Timpa Teks, Cara Masyarakat Menertawakan Tingkah Pejabat Publik

MAKLUMAT — Di tengah tumpukan kabar buruk dan kegagapan pemerintah menghadapi masalah publik, sebagian masyarakat memilih menertawakan keadaan. Salah satu bentuknya adalah timpa teks, praktik menyunting tangkapan layar dengan teks baru yang sengaja dibuat lucu, nyeleneh, atau menyindir.

Secara umum, timpa teks berarti menimpa teks asli dengan kalimat baru. Kata “timpa” merujuk pada proses dimana teks yang lama ditindih dengan narasi baru, sering kali kontradiktif atau berlebihan, untuk menghasilkan efek satir atau ironi.

Objek yang kerap jadi sasaran antara lain tangkapan layar judul berita dari media daring, potongan infografik, hingga running text dari siaran televisi. Formatnya sederhana: teks asli dihapus atau ditutup, lalu diganti dengan versi baru yang secara sengaja dibuat absurd namun tetap bisa dikenali sebagai bentuk humor.

Meski hasil editan sering kali terkesan ngawur, sebagian warganet justru tertarik mencari tahu sumber aslinya. Di sinilah muncul istilah doksli (dokumen asli) yang biasa ditanyakan di kolom komentar unggahan timpa teks. Kalimat seperti, “Sedang menunggu doksli” juga menjadi candaan sekaligus rasa ingin tahu, seabsurd apa berita itu sebelum diedit.

Berbeda dari hoaks, timpa teks tidak menipu. Justru ketidakmasukakalannya yang mencolok menjadi penanda bahwa ini bukan berita sungguhan. Fungsi utamanya bukan menyebar kebohongan, tetapi membingkai ulang realitas yang sudah rusak agar bisa ditertawakan bersama.

Baca Juga  PKS Sambut Dukungan NasDem ke Anies: Kapal Sudah Bisa Berlayar

Itulah sebabnya, ketika sebuah unggahan timpa teks terlihat terlalu rapi tanpa bekas editan yang jelas, hal itu justru dianggap sebagai penyimpangan. Tak jarang muncul komentar dari warganet seperti, “Kalau nimpa dipikir, Mas.”

Fenomena ini hidup dan tumbuh di media sosial, terutama di grup Facebook. Dua grup yang cukup besar adalah Timpa Menimpa: Century yang memiliki lebih dari 184 ribu anggota dan Timp Teks: Singularity dengan 216 ribu anggota. Di sana, ribuan pengguna aktif mengunggah, membalas, dan menyebarkan hasil editan dengan komentar yang tak kalah satir.

Kurniawan Sugiarto, salah satu anggota grup, menyebut bahwa timpa teks menjadi ruang kolektif untuk menertawakan sesuatu yang terasa salah, tapi terlalu sering dianggap biasa. Ia menikmati bagaimana absurditas dijadikan alat menyindir.

“Banyak kebijakan yang aneh, lalu diproduksi menjadi berita negatif, akhirnya ditimpa sebagai sindiran terhadap kebijakan. Ya ini cara kami menertawakan kondisi,” katanya.

Menurutnya, timpa teks bukan hanya sekadar lelucon. Di dalamnya ada semacam ekspresi rasa marah, tapi juga bukan pasrah. Ia menyebutnya cara lain untuk mengungkapkan ketidakpuasan yang terus menumpuk.

“Atau keanehan di keseharian, yang ditangkap dan ditimpa. Ini sebenarnya simbol untuk menunjukkan bahwa kami tidak puas dan heran terhadap apa yang terjadi,” imbuhnya.

Nanda, pengguna lain, merasa grup timpa teks justru kadang lebih jujur daripada media. Baginya, ketika tawa datang dari sesuatu yang suntingannya terang-terangan palsu, itu berarti ada sesuatu yang nyata sedang dikritik.

Baca Juga  Abdul Mu'ti Pastikan Tiga Capres-Cawapres Hadir dalam Dialog Publik Muhammadiyah

“Kenapa berita-berita yang baik harus berasal dari grup timpa?” ujarnya sembari menyindir beberapa media yang kerap kali hanya fokus memproduksi berita-berita buruk.

Menurutnya humor semacam menjadi alat untuk bertahan dari rasa jenuh, marah, dan tidak percaya. Salah satunya kepada beragam kebijakan pemerintah maupun realitas sosial yang tak sesuai ekspetasi.

Ia pun berharap pejabat publik bisa menangkap pesan dalam candaan semacam ini, bukan malah meremehkannya. Humor, baginya, adalah bentuk paling tenang dari kekecewaan.

“Para pejabat dan elit kekuasaan kudu melek humor. Ada banyak jenis, salah satunya timpa teks ini. Biar tahu apa yang sebenarnya kami kesalkan sebagai rakyat,” pungkas Nanda.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *