Tokoh Lintas Agama Serukan Penolakan Atas PSN yang Merusak Lingkungan dan Merampas Ruang Hidup

Tokoh Lintas Agama Serukan Penolakan Atas PSN yang Merusak Lingkungan dan Merampas Ruang Hidup

MAKLUMAT — Sejumlah tokoh lintas agama menyatakan keprihatinan sekaligus penolakan terhadap sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai merusak lingkungan dan merenggut ruang hidup rakyat.

Para tokoh yang mengatasnamakan Jaringan Tokoh Lintas Agama untuk Keadilan dan Kelestarian, terdiri atas Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas; Tokoh Agama Katolik, Yohanes Kristo Tara; Pengasuh Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar, Gus Roy Murtadho; Tokoh Agama Kristen, Pdt Johan Kristantara; Ketua Divisi Lingkungan LLHPB PP Aisyiyah, Hening Parlan; Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin; serta dari Solidaritas Merauke, Franky Samperante.

Dalam pernyataannya tertanggal 24 Juni 2025, para tokoh tersebut menyatakan keprihatinan dan penolakan atas pelaksanaan PSN yang:

  1. Mengakibatkan penggusuran masyarakat adat, nelayan, dan komunitas lokal dari tanah dan ruang hidupnya;
  2. Menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, deforestasi, dan memperparah krisis iklim;
  3. Mencederai nilai-nilai demokrasi dan partisipasi publik melalui intimidasi, militerisasi, dan kriminalisasi terhadap warga penolak Proyek Strategis Nasional;
  4. Menyuburkan praktik oligarki dan ketimpangan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sebagaimana diajarkan oleh semua agama; dan
  5. Mengabaikan tata kelola lingkungan yang adil, dengan lemahnya pelibatan publik, minimnya AMDAL/KLHS yang layak, dan penindasan atas suara masyarakat.

Atas dasar tersebut, mereka menyerukan tujuh poin berikut:

  1. Penghentian seluruh proyek PSN yang merusak lingkungan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, khususnya masyarakat adat dan kelompok rentan;
  2. Audit menyeluruh dan independen terhadap proyek-proyek PSN yang berjalan maupun yang direncanakan;
  3. Pengembalian ruang hidup kepada masyarakat serta pemulihan ekologis di wilayah yang terdampak;
  4. Pemulihan hak ekonomi korban, termasuk kompensasi yang layak dan pengembalian akses terhadap mata pencaharian dan sumber pangan alami;
  5. Evaluasi hukum dan prosedural terhadap proyek PSN oleh lembaga independen dan parlemen rakyat, guna menjamin keadilan sosial dan keberlanjutan ekologi;
  6. Penguatan interfaith action sebagai bentuk nyata iman yang hidup, yang membela keadilan dan kelestarian ciptaan Tuhan;
  7. Seruan bersama akan pertobatan ekologis dan kesadaran spiritual lintas agama demi masa depan bumi dan generasi mendatang.
Baca Juga  Anggota DPR Harap Muhammadiyah Jadi Penawar Demokrasi Berbayar

Pandangan Para Tokoh Lintas Agama

Sebelumnya, pada diskusi publik bertajuk ‘Tanggung Jawab Profetik Kaum Agamawan: Menjaga Alam dan Berpihak pada yang Tertindas‘ pada 24 Juni 2025 di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, para tokoh lintas agama tersebut menyampaikan pandangan reflektif dan kritis terhadap persoalan lingkungan hidup, terutama dalam kaitannya dengan tanggung jawab moral dan spiritual kaum agamawan.

Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam kesempatan itu menegaskan bahwa upaya advokasi Muhammadiyah terhadap isu lingkungan dan pembelaan terhadap rakyat merupakan mandat resmi organisasi sebagaimana tertuang dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah Tahun 2022.

Advokasi tersebut, kata dia, merupakan bagian dari pelaksanaan amar makruf nahi munkar yang dilakukan secara ilmiah dan berbasis data. Termasuk di dalamnya adalah advokasi terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai berpotensi menimbulkan dampak ekologis dan sosial.

“Misi Besar Agama sebagai Gerakan Profetik (Liberasi, Humanisasi, Transendensi), hal tersebut senada dengan alinea pertama UUD 45, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dalam konteks ini termasuk merdeka dari kerusakan lingkungan akibat PSN,” tandas Busyro, dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Rabu (25/6/2025).

Kemudian, Franky Samperante, mewakili Solidaritas Merauke, suatu koalisi organisasi masyarakat sipil Indonesia yang mengadvokasi permasalahan PSN Merauke, menyebutkan PSN Pangan dan Energi direncanakan akan mengalihfungsikan tanah dan hutan adat sebesar 2.2 juta hektare dari total luas Kabupaten Merauke (sekitar 4 juta hektare).

“Proyek ini tidak melibatkan masyarakat adat di 15 distrik secara pratisipatif—karena tersentral dari pusat—dan mengabaikan prinsip dasar Free, Prior and Informed Consent dan ketentuan hukum yang melindungi masyarakat adat,” ungkapnya.

Baca Juga  MHH PP Muhammadiyah Minta DPR Tak Buru-buru Bahas Revisi UU TNI dan Polri

Proyek ini, lanjut Franky, juga akan sangat membahayakan bagi lingkungan hidup, memperparah krisis iklim, dan dampak tak terperikan bagi manusia. Proyek ini semakin parah karena dioperasikan oleh korporasi raksasa dan difasilitasi oleh negara melalui kebijakan hukum UU Cipta Kerja dan pelibatan aparat keamanan yang tak sesuai tugas dan fungsinya (militerisasi).

Di sisi lain, Tokoh Agama Katolik, Yohanes Kristo Tara, menekankan bahwa isu lingkungan hidup tidak hanya berkaitan dengan aspek ekologis semata, tetapi juga menyangkut dimensi politik dan spiritualitas yang menjadi bagian dari iman agama-agama.

Menurutnya, dampak paling besar dari krisis ekologi justru ditanggung oleh kelompok miskin dan rentan. Oleh karena itu, gereja memiliki tanggung jawab untuk membangun kesadaran kolektif bahwa manusia perlu menciptakan relasi baru dengan alam.

Yohanes juga menggarisbawahi pentingnya pertobatan ekologis serta mendorong pemerintah agar menyusun dan mengevaluasi kebijakan yang tidak berpihak pada kelestarian alam dan kaum miskin.

Sementara itu, Pengasuh Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar, Gus Roy Murtadho menyampaikan keprihatinan atas fenomena terkini, di mana agama kerap dijadikan tameng oleh pemilik modal.

“Dalam situasi demikian, pihak-pihak yang menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang merusak lingkungan sering kali dituduh anti agama. Fenomena ini, menurutnya, menunjukkan ironi dan penyimpangan dari nilai-nilai agama yang sejatinya berpihak pada keadilan dan keberlanjutan hidup,” tegasnya.

Serukan Pertobatan Ekologis

Senada dengan para tokoh lainnya, Tokoh Agama Kristen, Pdt Johan Kristantara, juga menawarkan refleksi teologis mengenai pertobatan ekologis.

Ia menyatakan bahwa pertobatan ekologis harus berangkat dari pemahaman ekoteologi yang menolak pandangan antroposentris, yaitu bahwa manusia adalah pusat alam semesta. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa manusia merupakan bagian dari alam yang hidup dalam ‘rumah bersama’, sehingga memiliki kewajiban untuk menjaga keseimbangan ekologis dan berbagi kehidupan dengan seluruh makhluk.

Baca Juga  PWM Jatim Raih Penghargaan Jatim Bangkit Awards 2023

“Lebih dari interfaith dialogues, diperlukan lebih banyak interfaith action sebagai wujud konkret pertobatan ekologis lintas agama,” tandas Pdt Johan.

Sementara itu, Ketua Divisi Lingkungan LLHPB PP Aisyiyah, Hening Parlan, menyoroti pentingnya penggabungan dua sisi dalam gerakan penyelamatan lingkungan dan pembelaan terhadap rakyat.

Di satu sisi, gerakan ini harus dilandasi oleh kecintaan terhadap bumi dan generasi masa depan. Di sisi lain, ia juga harus mengandung semangat perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.

“gerakan ini tidak hanya bersifat eko-teologis, melainkan juga mengandung semangat eko-jihad,” tegas Hening, yang juga menjabat Advisor Eco Bhinneka Muhammadiyah.

Terakhir, Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, mengungkapkan temuan risetnya di PPIM UIN Jakarta, yang menunjukkan adanya kecenderungan pandangan apokaliptik di masyarakat.

Pandangan ini membuat sebagian masyarakat memaklumi kerusakan lingkungan sebagai bagian dari ‘tanda-tanda kiamat’ yang tak terhindarkan.

Tak hanya itu, Didin juga mencatat kecenderungan teologis yang antroposentris sebagai tantangan serius dalam upaya mengatasi deforestasi dan kerusakan lingkungan.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *