UMK Jawa Timur 2026 Dinilai Jauh dari KHL, Politisi PAN Ini Soroti Ketimpangan Upah Antarwilayah

UMK Jawa Timur 2026 Dinilai Jauh dari KHL, Politisi PAN Ini Soroti Ketimpangan Upah Antarwilayah

MAKLUMAT – Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Timur Tahun 2026 menuai kritik dari anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Jawa Timur, Suli Daim.

Ia menilai besaran upah yang ditetapkan melalui SK Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/937/013/2025 dan berlaku efektif per 1 Januari 2026 masih belum mencerminkan pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi buruh.

Menurut Suli, kritik yang disampaikan serikat pekerja, termasuk Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), cukup beralasan. Pasalnya, UMP Jawa Timur 2026 sebesar Rp2,44 juta dinilai masih terpaut jauh dari KHL Jawa Timur yang mencapai Rp3,57 juta.

“Kalau kita bandingkan dengan standar KHL, memang masih sangat jauh. Ini juga tidak sejalan dengan semangat putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa upah seharusnya mampu memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja,” ujar Suli Daim, Kamis (25/12/2025).

Ia juga menyoroti kesenjangan besar UMK antara wilayah industri dan non-industri di Jawa Timur. Daerah seperti Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo memiliki UMK yang jauh lebih tinggi dibandingkan kabupaten lain, sehingga memicu ketimpangan kesejahteraan pekerja antarwilayah.

“Jurang UMK ini nyata. Pekerja di daerah non-industri posisinya semakin tertinggal, padahal kebutuhan hidup dan inflasi dirasakan merata,” tegas anggota Komisi E DPRD Jatim ini.

Selain itu, Suli menilai kenaikan UMK 2026 relatif kecil dan tidak sebanding dengan laju inflasi serta kenaikan harga kebutuhan pokok, yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya daya beli buruh.

Baca Juga  Sugiono Resmi Gantikan Ahmad Muzani Jadi Sekjen Gerindra

Ia juga mengingatkan bahwa pada 2025 lalu, sejumlah UMK baru direvisi pada November 2025 setelah adanya instruksi pengadilan. Kondisi tersebut, menurutnya, menciptakan ketidakpastian bagi pekerja maupun pelaku usaha di penghujung tahun.

Di sisi lain, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur beralasan bahwa penetapan UMK dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan iklim investasi.

Penetapan UMP 2026 sendiri mengacu pada PP Nomor 49 Tahun 2025, dengan mempertimbangkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Beberapa daerah industri seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan Mojokerto tercatat mengalami penyesuaian UMK pada November 2025 sebagai bentuk respons atas dinamika dan tekanan publik.

Meski demikian, Suli menegaskan bahwa Pemprov Jatim harus lebih tegas dalam penegakan aturan, khususnya dalam pemberian sanksi kepada pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan UMK.

“Penegakan aturan harus tegas. Untuk UMKM bisa diberi fleksibilitas, tapi jangan sampai dijadikan alasan untuk mengabaikan hak buruh,” tandas Suli Daim.

Secara umum, lanjut dia, upah yang ditetapkan pemerintah masih dianggap belum sepenuhnya “layak” menurut perspektif buruh, sementara pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan stabilitas ekonomi daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *