Virus Pernapasan Ayam Jadi Ancaman Industri Global

Virus Pernapasan Ayam Jadi Ancaman Industri Global

MAKLUMAT Infectious Laryngotracheitis (ILT) atau penyakit pernapasan menular pada ayam, terus menjadi ancaman bagi industri perunggasan global. Studi terbaru yang melibatkan Universitas Airlangga (UNAIR), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta mitra internasional menegaskan perlunya pembaruan strategi vaksinasi dan biosekuriti yang lebih ketat.

Maya Nurwartanti Yunita, akademisi UNAIR sekaligus peneliti yang menulis riset tersebut, menjelaskan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Gallid alphaherpesvirus 1 (GaHV-1), atau yang lebih dikenal sebagai virus ILT. Riset yang ditulis oleh Maya Nurwartanti Yunita dan timnya itu diterbitkan di Open Veterinary Journal pada September 2025.

“ILT menyerang saluran pernapasan atas ayam dengan gejala klinis yang menyiksa, termasuk batuk, kesulitan bernapas parah (dyspnea), hingga keluarnya lendir bercampur darah,” jelasnya pada Rabu (31/12/2025) dilansir dari laman resmi UNAIR.

Ia menambahkan, salah satu temuan penting yang diulas adalah kemampuan virus untuk melakukan infeksi laten. Setelah infeksi akut mereda, virus tidak sepenuhnya hilang melainkan “bersembunyi” di ganglion trigeminal atau sistem saraf ayam.

“Stres akibat pemindahan kandang, awal masa bertelur, atau pencampuran kawanan dapat memicu virus ini aktif kembali,” tulis para peneliti dalam laporannya.

Maya menjelaskan bahwa hal ini menjadikan ayam yang terlihat sehat sebagai pembawa sifat atau carrier yang dapat menularkan virus ke kawanan lain yang rentan tanpa terdeteksi. Oleh karenanya, ia menjuluki virus ini sebagai virus yang “pintar” bersembunyi.

Baca Juga  Perludem dan BRIN Dorong Reformasi Pemilu Menyeluruh: Tindak Lanjut Putusan MK Ada di Tangan Pembentuk UU

Dampak ekonomi dari ILT cukup besar. Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan (morbiditas) yang bisa mencapai 100 persen dan angka kematian bervariasi antara 5 persen hingga 70 persen pada kasus parah.

“Selain kematian langsung, kerugian finansial juga dipicu oleh penurunan produksi telur yang drastis, gangguan pertumbuhan, serta biaya tinggi untuk pengobatan infeksi sekunder,” jelasnya.

Meski vaksinasi merupakan metode utama pencegahan, studi ini mengingatkan adanya risiko dari penggunaan vaksin hidup yang dilemahkan. Beberapa jenis vaksin ini diketahui dapat kembali menjadi ganas (revert to virulence) dan justru memicu wabah baru di lapangan. Oleh karena itu, para peneliti mendesak adanya penyempurnaan protokol imunisasi dan pengembangan kandidat vaksin masa depan yang lebih aman.

“Para ahli merekomendasikan kombinasi diagnosis cepat dan biosekuriti ketat sebagai kunci pengendalian. Langkah ini mencakup pengelolaan limbah peternakan yang tepat dan mencegah kontak antara kawanan yang tidak terlindungi dengan ayam yang pernah terinfeksi,” tandasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *