MAKLUMAT – Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sri Wahyuni mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menerapkan kebijakan. Terutama terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Kendati telah ditegaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen itu hanya berlaku bagi barang-barang mewah, namun Sri Wahyuni mewanti-wanti agar pemerintah lebih diperjelas klasifikasi atau jenis komoditas yang dimaksud sebagai barang mewah itu, dengan pertimbangan yang matang.
Politisi Partai Demokrat itu menilai, kebijakan untuk menaikkan PPN 12 persen nantinya akan tetap berdampak bagi masyarakat, utamanya di kelas bawah.
“Saat ini kebutuhan pokok harganya sangat mahal, jadi kalau dipaksakan dampaknya tentu akan menyakiti masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah,” ujar Sri Wahyuni.
“Misal kebutuhan pokok pasti naik, harga BBM juga biasanya ikut naik, karena itu meskipun yang dikenai kenaikan pajak bukan kebutuhan pokok sembako, bukan sektor pendidikan dan kesehatan, namun imbasnya akibat kenaikan pajak itu, semua akan kena dampaknya,” imbuhnya.
Harus Sesuai Sasaran, Targetkan Barang Mewah
Lebih lanjut, jika kenaikan PPN 12 persen tetap diberlakukan per awal tahun 2025 nanti, Sri Wahyuni meminta pemerintah memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menyasar para pelaku UMKM.
Perempuan asal Bojonegoro itu menegaskan, pemerintah harus tegas terhadap perusahaan-perusahaan multinasional, hingga industri-industri penghasil barang-barang mewah sebagaimana yang menjadi sasaran pemberlakuan PPN 12 persen tersebut.
“Jangan fokus pada pelaku UMKM, karena mereka ini rakyat berpenghasilan tidak terlalu banyak,” pintanya.
“Sorotilah perusahaan-perusahaan multinasional, perusahaan penghasil barang mewah, pengusaha-pengusaha besar kelas atas. Antisipasi juga kebocoran-kebocoran pajak yang dilakukan oleh para petugas pajak. Saya rasa itu cukup masuk akal jika diberlakukan kenaikan pajak,” tambah Sri Wahyuni.
Evaluasi Kebijakan
Tak hanya itu, Sri Wahyuni juga meminta agar pemerintah juga melakukan evaluasi sembari berjalannya kebijakan tersebut. Apakah bisa dilanjutkan atau tidak, apakah perlu ada perubahan pemberlakuan kebijakan atau tidak.
“Tapi jika kenaikan pajak tersebut membuat rakyat semakin menderita, sebaiknya segera dihentikan,” tegasnya.
“Pemerintah itu tempatnya rakyat mengeluh, tempatnya rakyat meminta. Jadi memang ada undang-undangnya kalau rakyat yang tidak mampu harus dipelihara oleh negara. Buatlah kebijakan yang berpihak pada rakyat,” pungkas Sri Wahyuni.