MAKLUMAT — Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Diktisaintek) Prof Dr Fauzan MPd menandaskan bahwa kolaborasi merupakan kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat dan memberikan dampak nyata.
Fauzan menekankan bahwa Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) harus menjadi pelopor dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan tinggi. Menurutnya, PTMA bukan hanya penyelenggara pendidikan, tetapi juga kekuatan strategis yang memimpin perubahan sosial dan kebangsaan.
“Muhammadiyah ini memiliki 162 PTMA. Dengan jumlah sebesar ini, kita harus saling menguatkan, berjejaring, dan berkolaborasi agar menjadi leading sector dalam membangun kepercayaan publik,” ujarnya, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA), yang dilangsungkan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jumat (17/10/2025) lalu..
Kekuatan Strategis dalam Peta Pendidikan Nasional
Lebih lanjut, Fauzan menyoroti kontribusi PTMA yang kini menurutnya telah menempati posisi penting dalam peta pendidikan nasional. Dari 4.369 perguruan tinggi di Indonesia, PTMA mencakup sekitar empat persen secara kuantitas, dengan 20.041 dosen atau tujuh persen dari total nasional.
Namun, capaian terbesar PTMA justru tampak dalam aktivitas riset dan pengabdian masyarakat. Partisipasi institusi PTMA dalam kegiatan riset mencapai 81 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 52 persen. Selama tiga tahun terakhir, pertumbuhan riset di lingkungan Muhammadiyah meningkat hingga 168 persen, sementara keterlibatan mahasiswa melonjak 228 persen.
“Ini menunjukkan kesadaran baru di kalangan sivitas akademika Muhammadiyah. Namun jika baru bicara angka, kita baru setengah jalan. Kuantitas tanpa kualitas tidak cukup. Riset harus berdampak, harus menyentuh masyarakat,” ujar Fauzan.
Ia mencontohkan konsorsium 17 kampus Muhammadiyah di Nusa Tenggara Timur yang fokus pada isu stunting, kemiskinan, dan ketahanan pangan. Menurutnya, langkah ini mencerminkan wajah baru pendidikan tinggi Muhammadiyah yang tidak berhenti pada teori, tetapi hadir di tengah realitas sosial.
“Banyak perguruan tinggi swasta yang terjebak dalam stagnasi karena enggan beradaptasi terhadap perubahan. Karena itu, pembaruan dan inovasi menjadi keniscayaan. Kita tidak bisa menunggu arus berubah. Kita harus menciptakan arus perubahan itu sendiri,” tandas pria yang juga pernah menjabat sebagai Rektor UMM itu.
Lebih jauh, Fauzan menjelaskan arah kebijakan pendidikan tinggi nasional yang sedang disiapkan pemerintah. Salah satunya adalah sistem klasterisasi perguruan tinggi, yang memungkinkan pembinaan sesuai konteks geografis dan kapasitas kampus.
Ia juga mengungkapkan bahwa Direktorat Perguruan Tinggi Swasta akan dihidupkan kembali untuk memperkuat pembinaan kampus swasta, termasuk jaringan PTMA.
Kolaborasi Riset dan Teknologi: Kekuatan Bersama
Senada dengan Fauzan, Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek Prof Dr Eng Yudi Darma SSi MSi menegaskan pentingnya membangun ekosistem riset bersama antar-perguruan tinggi Muhammadiyah.
“Bayangkan jika 162 kampus Muhammadiyah berkontribusi bersama, bahkan dengan iuran minimal, kita bisa membangun pusat data riset bersama untuk sains dan teknologi yang dapat diakses semua kampus, dari yang besar hingga kecil,” katanya.
Yudi menambahkan, kolaborasi internasional juga dapat mempercepat kemajuan sains dan memperkuat daya saing bangsa.
“Sains dan teknologi tidak boleh berhenti di laboratorium. Ia harus menyentuh kehidupan manusia, membawa manfaat, dan menegaskan kemanusiaan,” ujarnya.
Rakernas FR-PTMA 2025 di UMM sendiri diharapkan menjadi momentum penting untuk meneguhkan arah strategis pendidikan tinggi Muhammadiyah. Forum tersebut bukan sekadar ajang silaturahmi akademik, tetapi ruang untuk menyatukan langkah, membangun ekosistem pendidikan tinggi yang berdampak, dan meneguhkan peran Muhammadiyah sebagai pelopor perubahan sosial.
Comments