22.2 C
Malang
Minggu, Maret 16, 2025
KilasWamendagri Bima Arya Angkat Bicara Tanggapi Usulan KPU Jadi Lembaga Ad Hoc

Wamendagri Bima Arya Angkat Bicara Tanggapi Usulan KPU Jadi Lembaga Ad Hoc

Wamendagri Bima Arya Sugiarto, menyampaikan keynote speech dalam Seminar bertajuk 'Urgensi Revisi UU Pemilu: Penataan Desain Keserentakan Pemilu dan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemilu' yang digelar Perludem di UMJ, Jumat (14/3/2025). (Foto: Ubay NA)
Wamendagri Bima Arya Sugiarto, menyampaikan keynote speech dalam Seminar bertajuk ‘Urgensi Revisi UU Pemilu: Penataan Desain Keserentakan Pemilu dan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemilu’ yang digelar Perludem di UMJ, Jumat (14/3/2025). (Foto: Ubay NA)

MAKLUMAT – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto angkat bicara menanggapi usulan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diubah menjadi badan ad hoc, alias tidak lagi lembaga yang bersifat tetap seperti saat ini.

Menurut Bima Arya, sebenarnya permasalahan utama bukan sekadar pada status lembaga tersebut, tetapi lebih kepada fungsi, tugas, serta rasionalisasi anggaran yang dikeluarkan, terutama dalam konteks penghematan.

Ia menilai, selama fungsi KPU jelas dan anggarannya masuk akal, maka tidak perlu diubah menjadi badan ad hoc.

“Satu hal yang saya kira bisa menjadi fungsi dari KPU itu adalah pendidikan politik. Begini, kenapa partisipasi politik rendah? Banyak faktor, tapi salah satunya adalah karena pendidikan politik belum maksimal,” ujarnya saat memberikan keynote speech dalam Seminar bertajuk ‘Urgensi Revisi UU Pemilu: Penataan Desain Keserentakan Pemilu dan Tata Kelola Penyelenggaraan Pemilu‘ yang digelar Perludem di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jum’at (14/2/2025).

Fungsi Utama: Pendidikan Politik

Selain itu, Bima menyoroti pentingnya pendidikan politik sebagai salah satu fungsi utama KPU. Ia berpendapat bahwa rendahnya partisipasi politik disebabkan oleh kurang maksimalnya pendidikan politik, yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara partai politik, KPU, pemerintah, hingga masyarakat.

Ia mengapresiasi model pendidikan politik di luar negeri, seperti yang ia saksikan saat mengamati pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada tahun 2010, di mana penyelenggara Pemilu sangat kreatif dalam menarik pemilih muda melalui berbagai kegiatan dan kanal komunikasi yang inovatif.

“Saya terkesan tahun 2010 diundang mengamati pemilihan presiden periode keduanya Barack Obama. Takjub melihat bagaimana KPU sana kreatif sekali membuat berbagai macam event, berbagai macam kanal menjemput pemilih pemilih pemula dengan cara yang sangat kreatif. Ada anggarannya, ada kegiatannya,” tambahnya.

Menurutnya, jika KPU dapat lebih fokus pada pendidikan politik dengan dukungan anggaran yang memadai, dampaknya akan sangat besar. Dengan adanya anggaran dan program yang jelas, pendidikan politik dapat menjadi sarana efektif untuk menginspirasi anak muda agar menggunakan hak pilih mereka secara rasional.

Penyempurnaan Alokasi Anggaran

Lebih lanjut, ia menyoroti perlunya penyempurnaan dalam alokasi anggaran. Ia menceritakan bahwa Kemendagri bersama KPU dan Komisi II DPR baru-baru ini tengah mengkritisi anggaran yang diajukan mengenai Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Ia mencontohkan adanya pengajuan anggaran yang tidak standar, seperti permintaan dana sebesar 35 juta yang dinilai terlalu besar hanya untuk memperbaiki Surat Keputusan (SK) di salah satu daerah. Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan diskusi lebih lanjut untuk menyepakati model dan format biaya politik yang ideal dalam penyelenggaraan Pemilu.

“Nah, jadi poin yang saya sampaikan adalah kita harus duduk lagi untuk menyepakati sebetulnya biaya politik yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan Pemilu itu seperti apa model dan formatnya,” paparnya.

_______

Penulis: Habib Muzaki | Editor: Ubay NA

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer