Wow! Mahasiswa UMM Bicara Riset dan Sampah Organik di Kota Batu

Wow! Mahasiswa UMM Bicara Riset dan Sampah Organik di Kota Batu

MAKLUMAT – Suasana Pendopo Desa Bulukerto, Kota Batu, pada 29 Mei 2025 siang berbeda dari biasanya. Sekitar 40 mahasiswa Sosiologi dari FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hadir bukan untuk berteori di ruang kelas, melainkan mempresentasikan hasil riset lapangan kepada warga dan perangkat desa.

Pertanyaan-pertanyaan mengemuka dalam forum. Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa Bulukerto, Bukhori, bertanya bagaimana mendorong kolaborasi antar-RW untuk mengatasi masalah sampah. Ari, petani dari Dusun Cangar, menyoal cara meyakinkan warga agar mau memanfaatkan pupuk organik.

Dua pertanyaan itu bukan sekadar keluhan. Ia mencerminkan problem konkret desa yang kompleks, dan itulah yang menjadi inti dari riset sosiologi para mahasiswa UMM.

Selama satu semester, mereka turun langsung ke lapangan, mewawancarai warga, melakukan observasi, dan menelaah dokumen. Mereka tidak hanya menyusun laporan, tetapi merancang model perencanaan desa berbasis data dan realitas sosial.

Penajaman Hasil Riset

Rachmad K. Dwi Susilo, dosen Sosiologi UMM yang membimbing proses ini, menekankan pentingnya pendekatan berbasis riset sosiologis dalam perencanaan wilayah.

Sosiologi sudah lama mengembangkan kompetensinya dalam bidang ini, tapi perencanaan di banyak desa masih kerap mengabaikan data sosial yang mutakhir. Partisipasi warga pun minim,” ujarnya dalam diskusi.

Mahasiswa terbagi ke dalam lima kelompok, masing-masing merancang desain program strategis: mulai dari pengembangan pelayanan sosial, desa wisata, posyandu disabilitas, pengelolaan sampah berbasis komunitas, hingga pertanian berkelanjutan. Semua berbasis riset—bukan sekadar opini.

Baca Juga  Paparan Gadget Picu Bunuh Diri? Begini Penjelasan Dosen Psikologi UMM

Proses penyusunan rencana tak berhenti di desa. Di kampus, data lapangan mereka olah kembali, ditajamkan dengan teori-teori sosiologi dan pendekatan perencanaan. Presentasi final mereka kemudian disampaikan di hadapan perangkat desa dan tokoh masyarakat.

Awal Kolaborasi Pendidikan Tinggi dengan Warga

Kepala Desa Bulukerto, Suhermawan, menyambut baik metode itu. Ia melihat langsung bagaimana dialog antara mahasiswa dan warga bisa menghasilkan ide-ide yang konkret. “Mahasiswa belajar dari persoalan riil, dan kami di desa mendapat data lapangan yang memperkaya pelaksanaan RPJMDes,” katanya.

Pertemuan ini bukan akhir. Justru menjadi awal dari kolaborasi yang lebih dalam antara desa dan kampus. Tantangan seperti kolaborasi antar-RW dalam pengelolaan sampah dan perubahan perilaku petani untuk beralih ke pupuk organik.

Pertanyaan ini perlu menyuguhkan jawaban yang tidak bisa instan. Tapi dengan pendekatan sosiologis berbasis riset, setidaknya desa punya pijakan yang lebih kuat untuk melangkah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *