MAKLUMAT – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan penutupan BPR (bank perkreditan rakyat) sepanjang tahun 2024 telah melalui mekanisme dan kehati-hatian. Begitu pula dengan proses yang dilakukan sudah sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah.
Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Pelindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis OJK Jawa Timur, Dedi Patria menyatakan, mekanisme penutupan BPR membutuhkan waktu panjang.
“Penutupan BPR bukan ujug-ujug (tiba-tiba). Semuanya melalui proses, karena kami melakukan penilaian kinerja tiap periode,” kata Dedi dalam media gathering, di Semarang, Kamis (3/10/2024).
Proses yang dilakukan OJK meliputi pembinaan, prudential meeting, membeber action plan, dan mendorong mencari investor baru. Langkah ini diambil apabila kinerja BPR terus mengalami penurunan. Namun demikian, OJK tidak memiliki kewenangan mencari investor apabila BPR dalam masalah.
“Kami mendorong BPR yang bermasalah secara kinerja, bergabung dengan BPR yang lebih kuat, agar bisa lebih sehat. Pilihannya memang merger atau mencari investor baru. Karena yang dibutuhkan itu bukan banyaknya kepemilikan (bank), tetapi perusahaan yang sehat,” imbuh Dedi.
Penguatan perbankan ini untuk menghindari risiko penutupan usaha. Sebab, sepanjang tahun 2024 ini terdapat 15 BPR yang tutup usia secara nasional. Dari jumlah tersebut, dua di antaranya di Sidoarjo dan satu di Mojokerto.
Sebetulnya kinerja perbankan di Jawa Timur hingga Agustus 2024 menunjukkan optimisme tinggi. Tiga indikator yang meliputi rasio kecukupan modal, kecukupan likuiditas, dan risiko kredit menunjukkan optimisme yang baik.
Berdasar data OJK Jawa Timur, rasio kecukupan modal BPR masih 39,66 persen, dan kecukupan likuiditas 24,59 persen. Kedua indikator ini cukup bagus, lantaran masih di atas ambang batas aman.