MAKLUMAT – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) resmi merilis “Climate Outlook 2025” atau “Pandangan Iklim 2025” sebagai acuan perencanaan dan mitigasi bagi Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, serta sektor-sektor terdampak iklim.
Pandangan iklim ini diharapkan menjadi pedoman dalam mempersiapkan sektor terkait menghadapi perubahan kondisi cuaca dan iklim sepanjang 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip dari keterangan resmi pada Rabu (6/11/2024), menyampaikan bahwa sepanjang 2025 diperkirakan tidak akan ada anomali iklim signifikan karena kondisi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi berada pada level netral.
Meski demikian, La Nina lemah diperkirakan akan bertahan hingga awal tahun, yang dapat memicu penambahan curah hujan di beberapa wilayah.
Anomali Suhu dan Curah Hujan Normal
BMKG memprediksi suhu udara permukaan rata-rata bulanan naik antara +0,3 hingga +0,6 °C pada periode Mei hingga Juli 2025.
Sejumlah wilayah perlu meningkatkan kewaspasdaan. Sebab, pada 2025 diprakirakan mengalami suhu yang lebih tinggi dari biasanya. Wilayah tersebut antara lain, Sumatera Selatan, Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT.
Dari sisi curah hujan, BMKG memperkirakan sekitar 67 persen wilayah Indonesia akan menerima curah hujan dalam kategori tinggi. Jumlahnya antara 2.500 hingga 5.000 mm per tahun.
Wilayah-wilayah ini meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian barat, Bengkulu, dan Lampung bagian utara. Kemudian sejumlah daerah di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku, dan Papua.
Sementara itu, sekitar 15 persen wilayah, terutama di Sulawesi dan sebagian NTT, diprediksi akan mengalami curah hujan di atas normal. Sementara 1 persen lainnya di beberapa bagian Sumatera Selatan, NTT, Maluku Utara, serta Papua Barat bagian utara diperkirakan akan mengalami hujan di bawah normal.
Antisipasi Risiko Iklim
Untuk menghadapi prediksi ini, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan pentingnya tindakan mitigasi, terutama pada wilayah dengan potensi curah hujan tinggi.
“Curah hujan di atas normal sangat mendukung produktivitas tanaman pangan. Namun, bagi daerah dengan hujan di bawah normal, penyesuaian pola tanam dan pengelolaan air sangat dianjurkan,” kata Ardhasena.
Ardhasena juga menambahkan, infrastruktur sumber daya air di perkotaan harus dioptimalkan, seperti sistem drainase dan tampungan air, guna mengantisipasi banjir. Wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan juga diimbau mempersiapkan waduk, embung, dan kolam retensi agar ketersediaan air terjaga saat musim kemarau.
Potensi La Nina Lemah dan Kewaspadaan Terhadap Kebakaran Hutan
Meskipun La Nina diprediksi lemah pada awal 2025, potensi peningkatan curah hujan sebesar 20 persen tetap perlu diwaspadai. Ardhasena menyarankan kementerian dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor yang kerap terjadi di puncak musim hujan.
“Penting bagi sektor terkait untuk tetap waspada terhadap risiko kebakaran hutan pada musim kemarau, mengingat meski prediksi curah hujan di atas normal, potensi kebakaran hutan dan lahan tetap tinggi,” pungkas Ardhasena.
Dengan berbagai prediksi ini, BMKG berharap semua pihak terkait dapat bersiap menghadapi kondisi iklim 2025 agar risiko bencana dapat diminimalkan dan produktivitas di berbagai sektor tetap terjaga.