MAKLUMAT — Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anwar Abbas, menyorot anggaran jumbo program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah dan sudah mulai dijalankan untuk tahap awal sejak 6 Januari 2025 lalu. Ia mengaku khawatir jika program dengan anggaran besar itu tidak dikelola dengan baik bakal menjadi ajang ‘bancakan’ kelompok tertentu.
“Jangan sampai program MBG (nanti) malah menjadi ‘program kenyang’ buat konglomerat, sementara pedagang kecil dan pelaku usaha mikro hanya bisa gigit jari,” ujar pria yang akrab disapa Buya Anwar Abbas itudalam keterangannya, Ahad (2/2/2025).
Kendati pemerintah mengklaim bahwa program MBG bakal melibatkan dan menguntungkan para pelaku UMKM dan masyarakat setempat, Anwar menilai dalam realisasinya di lapangan masih terdapat banyak celah yang bisa dimanfaatkan dan justru menjadi santapan perusahaan-perusahaan besar, yang ia duga menyusup dalam skema MBG dengan berkedok sebagai UMKM demi meraup keuntungan besar. Sebab itu, penting untuk melakukan evaluasi untuk membenahi pengelolaan program MBG.
“Banyak usaha besar yang melirik MBG ini dan membuat perusahaan baru berlabel UMKM. Tujuannya jelas, supaya mereka bisa ikut menikmati ‘kue anggaran‘ program MBG,” kritik Anwar.
Bisa Jadi Ancaman Bagi Pedagang Kecil
Tak hanya itu, Anwar mengungkap data bahwa usaha mikro dan ultra mikro mencapai 98 persen dari total pelaku usaha di Indonesia. Namun, mereka kurang mendapatkan manfaat, bahkan menurutnya berpotensi terancam jika pengelolaan program MBG justru diserahkan atau diberikan kepada pihak-pihak yang lebih besar dan hanya mengejar keuntungan semata.
Ia mencontohkan pada bagaimana nasib para pedagang di kantin-kantin sekolah, yang menurutnya bisa terancam kelangsungannya akibat program MBG yang justru melibatkan pihak luar yang lebih besar. “Kalau pengadaan MBG ini tidak diprioritaskan untuk usaha mikro dan ultra mikro, mereka yang selama ini berdagang di kantin-kantin sekolah bisa tergusur. Penjualan mereka tergerus karena makanan yang biasanya mereka jual sudah digantikan oleh MBG,” katanya.
Menurut Anwar, hal itu berpotensi bisa menjadi ‘bencana ekonomi’ bagi para pedagang kecil dan pelaku UMKM, yang selama ini hanya menggantungkan hidupnya dari berjualan di lingkungan sekitar sekolah.
Prioritaskan Usaha Mikro dan Ultra Mikro
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat Ketua PP Muhammadiyah itu menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk bisa memastikan program ambisius itu dikelola dengan baik dan benar-benar mampu memberdayakan para pelaku usaha kecil di lapisan bawah. Bukan sebaliknya, yang malah menjadi ajang ‘bancakan’ bagi para konglomerat.
“Kalau mau memberdayakan ekonomi rakyat, maka pengadaan program MBG harus diprioritaskan untuk usaha mikro dan ultra mikro. Jangan biarkan konglomerat yang justru kenyang dari (adanya) program (MBG) ini,” tandasnya.
Anwar mengusulkan, supaya pengelolaan program MBG bisa dipasrahkan atau diserahkan kepada pihak sekolah, yang sudah memahami kondisi di sana dan bisa menjalin kerja sama atau kemitraan langsung dengan para pedagang atau pelaku usaha kecil di lingkungan sekitarnya.
“Pihak sekolah bisa bermitra dengan pedagang yang sudah ada (di lingkungan sekitarnya), sambil memastikan kualitas, kebersihan, dan ketepatan waktu distribusi. Ini bisa dilakukan dengan melibatkan Badan Gizi Nasional (BGN), supplier-supplier lokal, dan pengawas internal,” sebutnya.
Sarankan Pemerintah Bentuk Tim Pengawas Khusus
Selain itu, Anwar menyarankan agar pemerintah membentuk tim pengawas khusus di setiap sekolah, yang bertugas untuk memantau jalannya program MBG. Menurutnya, tim tersebut nantinya bisa terdiri atas perwakilan guru, karyawan, orang tua siswa, serta warga sekitar. “Jangan sampai hanya satu atau dua pengusaha saja yang diuntungkan (dari program MBG). Harus ada pemerataan, persaingan sehat, dan sistem penghargaan serta sanksi yang adil,” terangnya.
Ia menekankan bahwa program MBG bukan hanya dalam rangka pemenuhan gizi anak-anak, melainkan juga harus bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan mengangkat para pelaku usaha kecil setempat ke untuk naik kelas ke level yang lebih tinggi. “Program ini seharusnya bisa menjadi jalan bagi usaha kecil untuk naik kelas. Jangan sampai justru menjadi ‘program kenyang’ bagi para konglomerat yang sudah punya piring penuh,” pungkas Anwar.