27.8 C
Malang
Senin, Maret 10, 2025

Mahasiswa Asing UMM Ikut NgabubuRead di Gresik

UMM mengajak mahasiswa asing menggelar NgabubuRead di Gresik dengan membawa buku serta berbgaim games edukasi, sembari berbagi takjil.
RamadanTarawih 20 Rakaat: Benarkah Bermula dari Umar bin Khattab?

Tarawih 20 Rakaat: Benarkah Bermula dari Umar bin Khattab?

Salat Tarawih
Ilustrasi pelaksanaan Salat Tarawih. Foto:Muhammadiyah

MAKLUMAT — Salat Tarawih, ibadah khas Ramadan, telah mengalami perjalanan panjang dalam sejarah Islam. Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah mengenai jumlah rakaatnya. Benarkah Khalifah Umar bin Khattab yang pertama kali menetapkan Tarawih menjadi 20 rakaat?

Melansir laman Muhammadiyah, sejarah mencatat bahwa pada masa Rasulullah SAW, salat Tarawih dilakukan sebanyak 11 rakaat. Riwayat dari Aisyah RA menyebutkan bahwa Rasulullah melaksanakan 8 rakaat Tarawih dan 3 rakaat Witir. Praktik ini menjadi rujukan awal bagi umat Islam, termasuk di Masjid Nabawi, Madinah.

Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah pada tahun 14 H/635 M, ia mulai menertibkan pelaksanaan Tarawih berjamaah di masjid. Umar memerintahkan agar ibadah ini dilakukan sebanyak 11 rakaat, mengikuti sunnah Rasulullah. Tidak ditemukan riwayat sahih yang menyebutkan bahwa Umar mengubah jumlah tersebut menjadi 20 rakaat.

Dua khalifah setelahnya, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, juga tidak tercatat mengubah kebijakan ini. Dengan demikian, kuat dugaan bahwa selama era Khulafa Rasyidin, salat Tarawih di Masjid Nabawi tetap berjumlah 11 rakaat.

Namun, seiring waktu, muncul pandangan yang berbeda. Ulama hadis, Ibn al-Mulaqqin, menyebutkan bahwa Umar awalnya menetapkan 11 rakaat, lalu mengubahnya menjadi 20 rakaat. Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, jumlahnya bertambah menjadi 36 rakaat. Meski demikian, Ibn al-Mulaqqin tidak menyertakan riwayat sahih yang dapat mendukung klaim perubahan oleh Umar.

Riwayat yang tersedia justru menunjukkan bahwa sejumlah sahabat di masa Umar memilih melaksanakan Tarawih sebanyak 20 rakaat secara pribadi. Namun, hal ini tidak bisa dianggap sebagai perintah resmi Umar untuk mengubah jumlah rakaat salat berjamaah di Masjid Nabawi.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa Tarawih 11 rakaat masih dipraktikkan di Madinah hingga era Muawiyah (wafat 60 H/680 M). Baru pada akhir pemerintahannya, menjelang Perang al-Harrah (63 H/683 M), jumlahnya ditambah menjadi 36 rakaat. Sejak itu, praktik di Masjid Nabawi menjadi 39 rakaat (termasuk 3 rakaat Witir), dan bertahan hingga abad ke-4 H.

Perubahan signifikan terjadi ketika Dinasti Fatimiyah, yang beraliran Syiah, menguasai Hijaz pada abad ke-4 H. Mereka mengurangi jumlah Tarawih menjadi 20 rakaat. Pola ini terus berlangsung hingga abad ke-8 H, ketika Imam al-Iraqi (wafat 806 H/1403 M) mengembalikan Tarawih menjadi 36 rakaat ditambah 3 rakaat Witir.

Kondisi ini bertahan hingga tahun 1344 H/1926 M, saat Dinasti Saudi menguasai Jazirah Arab. Sejak saat itu, salat Tarawih di Masjid Nabawi ditetapkan sebanyak 20 rakaat hingga kini.

Sejarah panjang ini menunjukkan bahwa jumlah rakaat Tarawih banyak dipengaruhi oleh faktor politik dan perkembangan sosial keagamaan. Namun, bagi sebagian besar ulama, ajaran Rasulullah dengan 11 rakaat tetap menjadi rujukan utama. Hal ini sejalan dengan pandangan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang berpegang pada hadits Rasulullah, “Salatlah sebagaimana kamu melihat aku salat.”

Jadi, apakah Umar bin Khattab benar menetapkan Tarawih 20 rakaat? Berdasarkan riwayat yang ada, tidak ditemukan bukti sahih mengenai hal tersebut. Yang jelas, Umar menertibkan Tarawih berjamaah dengan 11 rakaat. Adapun jumlah 20 rakaat baru muncul jauh setelah era Khulafa Rasyidin, sebagai bagian dari dinamika sejarah Islam yang terus berkembang.***

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer