22.7 C
Malang
Minggu, Maret 9, 2025
OpiniPolemik TPP Mencalonkan Diri sebagai Caleg dari Tinjauan Hukum

Polemik TPP Mencalonkan Diri sebagai Caleg dari Tinjauan Hukum

Desa.
Desa.

MAKLUMAT – Beberapa hari ini lagi ramai para Pendamping Desa atau TPP (Tenaga Pendamping Profesional) melakukan upaya perlawanan terhadap kebijakan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes-PDT) yang tidak memperpanjang para TPP yang sebelumnya menjadi Caleg.

Berikut ini analisis Hukum Terhadap Polemik Soal kebijakan Ka badan BPSDM Kemendes-PDT tentang TPP Desa dalam rangka membenahi, melaksanakam dan menegakkan UU Pemilu.

<strong>Penulis:</strong> Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H. *)
Penulis: Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H. *)

Menyimak polemik hukum yang berkembang sebagaimana mengemuka dalam berapa hari terakhir ini, sudah saatnya dikaji dan dianalisis dengan pendekatan yuridis normatif, bukan pendekatan politik. Mari kita menggunakan pendekatan hukum yang objektif untuk melihat, mengkaji dan menganalisis persoalan TPP Desa dalam kaitan dengan Bakal Calon Anggota Legislatif (Caleg) berdasarkan hukum positif yang berlaku.

Pertama, apakah Seorang TPP Desa dilarang menjadi Bakal calon legislatif?

Jawabannya, tentu tidak ada satu ketentuan UU yang melarangnya. Sebab dicalonkan dan mencalonkan sebagai anggota legislatif itu hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi sebagai implementasi prinsip negara hukum (Pasal 1 ayat 3), kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27), dan hak-hak warga negara sebagai wujud dari Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945.

Lebih lanjut implementasi dari prinsip dan hak- hak dalam konstitusi tersebut diatur lebih lanjut di dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Khususnya Pasal 240 ayat (1) huruf (k), yang mengatur tentang persyaratan Bakal Calon Legislatif yang menyatakan: “Seorang warga negara Indonesia yang akan menjadi Bakal Calon Anggota Legislatif harus memenuhi persyaratan selain usia, … juga bagi pejabat tertentu seperti Kepala Daerah, Direksi, ASN, anggota TNi dan Polri, BUMN atau BUMD, Dewan Pengawas atau profesi tertentu lainnya dan karyawan dari lembaga atau badan lain wajib mengundurkan diri.

Karena Jabatan jabatan atau karyawan Badan lain yang dimaksud tersebut, anggarannya bersumber dari keuangan negara. Kemudian, pengunduran diri yang bersangkutan tidak dapat ditarik kembali.

Selanjutnya penting pula dipahami secara lengkap dan utuh bahwa suatu ketentuan norma dari Pasal, seharusnya dibaca dan dipahami pula makna penjelasan dari Pasal dimaksud.

Dalam penjelasan Pasal 240 ayat (1) huruf (k) ternyata diperjelas di dalamnya bahwa: (1) surat pengunduran tidak dapat ditarik kembali setelah surat tersebut diterima dan ditindaklanjuti oleh instansi terkait.

(2) Yang diwajibkan untuk mengundurkan diri sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k) dimaksud tadi ketika sudah mundur maka yang bersangkutan tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon tetap.

Begitulah penjelasan dari Pasal 240 ayat (1) huruf k UU no 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pertanyaannya, apakah TPP Desa wajib mundur atau tidak secara hukum jika mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu kita baca bagian kedua dengan Judul “Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.” Paragraf 1 Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pasal 240 (1) Bakal Calon adalah WNI dan harus memenuhi syarat yaitu; huruf a … sd … huruf k yang isinya sebagaimana sudah dijelaskan tadi.

Jika merujuk pada huruf k di atas, TPP Desa tdk secara tegas ditulis seperti yang lainnya, ASN, TNI dan Anggota Kepolisian, karyawan BUMN dan BUMD.

Dengan tidak disebutkan secara jelas dan tegas TPP Desa dalam Pasal tadi, maka dalam dunia ilmu pengetahuan hukum dan peraturan perundang-undangan dimungkinkan menggunakan metode interpretasi hukum, asal dalam rangka mencari kebenaran dan memperjuangkan kepentingan umum/publik dan mewujudkan tegaknya hukum dan keadilan bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Apalagi hanya membela kepentingan subjektif kelompok politik tertentu.

Pertanyaanya, apakah kata ‘karyawan’ sebagaimana disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf k tersebut dapat kita tafsirkan sama maknanya dengan TPP Desa? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diterbitkan Oleh Pusat Bahasa Diknas Balai Pustaka tahun 2001, bahwa: ‘Karyawan’ adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah): pegawai; pekerja yang bekerja berdasarkan Kontrak Kerja dalam waktu tertentu.

Mempedomani arti makna ‘karyawan’ di atas, maka TPP Desa berdasarkan pendekatan metode interpretasi hukum baik secara gramatikal dan ekstentif, sesungguhnya makna TPP Desa memenuhi kualifikasi untuk disamakan dengan makna ‘karyawan’ sebagaimana diatur dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena TPP Desa adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga/badan yang mendapat gaji, yang bekerja berdasarkan kontrak kerja.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting untuk dipahami mengenai makna ‘Badan lain’ sebagaimana disebutkan dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k). Makna ‘Badan lain’ tentu secara hukum dapat diartikan sebagai badan hukum, baik privat maupun publik termasuk lembaga negara atau lembaga pemerintah termasuk Kementerian (termasuk Kementerian Desa dan PDT).

Oleh karena itu, kalau melihat hubungan hukum antara TPP Desa dengan Kemendes-PDT yang faktanya didasarkan pada kontrak kerja, lalu yang bersangkutan menerima gaji atau honor secara berkala, maka TPP Desa secara gramatika dapat disamakan atau dipersamakan diartikan dengan ‘karyawan’ sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (k).

Kemudian, dilihat dari sumber anggarannya yang bersumber dari keuangan negara, yaitu APBN, maka sulit terbantahkan secara hukum untuk mengatakan TPP Desa bukan termasuk yang diwajibkan mengundurkan diri jika mau menjadi bakal calon anggota legislatif.

Apalagi TPP Desa jelas selain gaji atau honornya bersumber pada APBN, juga didasarkan pada kontrak kerja, di samping yang bersangkutan berkualifikasi sebagai karyawan yang profesional.

Profesional artinya yang bersangkutan harus menjalankan tugas-tugasnya dengan keahlian khusus dan memiliki kompetensi di bidangnya tanpa ada pengaruh kepentingan politik praktis atau subjektif lainnya atau yang dapat berpotensi menimbulkan konflik interest dalam menjalankan tugasnya. Mereka dituntut untuk bekerja hanya semata-mata untuk melakukan pemberdayaan masyarakat desa secara profesional guna mewujudkan kepentingan rakyat dan negara. Oleh karena itu, secara hukum TPP Desa wajib mngundurkan diri jika yang bersangkutan mencalon diri menjadi calon anggota legislatif.

Jika tidak mundur, secara UU Pemilu maka bagi yang sudah terpilih menjadi anggota legislatif bila ada bukti-bukti yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagai calon dan melanggar Pasal 240 ayat (1) huruf (k) UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan secara hukum yang bersangkutan bisa digugat ke PTUN atau Peradilan Umum. Ataupun melalui mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh pihak berwenang untuk meminta pembatalan yang bersangkutan sebagai anggota Legislatif.

Namun bagi yang tidak terpilih maka dengan sendirinya yang bersangkutan sudah tidak berhak mendapatkan gaji dan tidak berwenang pula menjalankan tupoksinya sebagai TPP Desa dan hal itu diatur dalam bagian Penjelasan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Dan konsekuensi lebih lanjut secara hukum bila terbukti masih menerima gaji dan honor, tapi tidak mengundurkan diri saat Pencalonan dulu secara hukum dapat saja pihak yang berwenang untuk meminta yang bersangkutan untuk melakukan pengembalian uang gaji atau honor yang terlanjur diterima sejak yang bersangkutan resmi menjadi calon anggota tetap. Atau bisa juga secara hukum bila terbukti melanggar ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, maka yang bersangkutan sebagai TPP Desa tidak dilanjutkan kontraknya, jika benar-benar Kemendes-PDT bermaksud dalam rangka membenahi dan menegakkan hukum yang berlaku. Tetapi, dengan catatan dalam rangka mewujudkan TPP Desa yang profesional, tidak diskriminatif, dan tebang pilih.

_____

*) Penulis adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul Jakarta

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer