
MAKLUMAT — Rilis Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 21 April 2025 terkait tujuh dari sembilan produk bersertifikat halal yang mengandung DNA babi mengundang keprihatinan luas dari masyarakat.
Tak hanya soal produk yang dikonsumsi, tetapi juga menyangkut kepercayaan umat terhadap sistem jaminan halal yang selama ini diyakini telah sesuai dengan syariat dan profesional.
Tantangan Terhadap Kepercayaan Umat

Temuan ini seharusnya tidak hanya dianggap sebagai krisis kepercayaan sementara. Justru, inilah saat yang tepat untuk melakukan refleksi yang mendalam dan melakukan pembenahan bersama.
Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halalan Thoyyiban (LPH-KHT) Pimpinan Wilayah (PWM) Jawa Timur memandang bahwa temuan tersebut harus menjadi momentum untuk menguatkan sistem halal nasional, tidak hanya dengan perbaikan administrasi dan audit yang ada, tetapi juga dengan peningkatan kualitas laboratorium yang berbasis sains molekuler.
Hal ini akan memperkuat integritas dan akurasi dalam verifikasi halal, serta memberikan ketenangan kepada umat Islam dalam mengonsumsi produk yang dipastikan halal.
Peran Strategis Auditor Halal dan Tantangan Lapangan
Sistem halal nasional sejauh ini mengandalkan peran auditor halal yang sangat berdedikasi. Para auditor halal ini menjalankan tugasnya dengan penuh komitmen, menelusuri seluruh tahapan produksi, mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga distribusi produk. Auditor menganalisis dokumen, memeriksa sertifikasi, serta mengonfirmasi kesesuaian dengan standar halal.
Namun, tantangan yang semakin besar di lapangan mengungkapkan bahwa verifikasi berbasis dokumen tidak cukup untuk menjamin kehalalan produk secara mutlak.
Salah satu contohnya adalah penggunaan CAS Number (Chemical Abstracts Service Registry Number), kode internasional yang digunakan untuk mengidentifikasi zat kimia, oleh sebagian auditor.
Meskipun CAS Number membantu mengenali senyawa kimia, sistem ini tidak mampu memberikan informasi mengenai asal sumber bahan tersebut. Dua senyawa dengan CAS Number yang sama dapat berasal dari sumber yang berbeda, misalnya, dari sapi halal atau babi yang diharamkan.
Oleh karena itu, verifikasi hanya berbasis dokumen ini berisiko menutupi potensi terjadinya kontaminasi silang dari bahan-bahan yang tidak halal. Di sinilah celah pengawasan perlu dijembatani oleh penggunaan teknologi laboratorium berbasis sains yang lebih tepat dan akurat.
Halal Authentication: Bukan Sekadar Label, Tetapi Bukti Ilmiah
Dalam upaya menguatkan sistem jaminan halal, perlu adanya pendekatan halal authentication.
Halal authentication adalah proses ilmiah untuk membuktikan bahwa suatu produk memang halal dengan menggunakan data biologis dan molekuler.
Halal authentication ini melibatkan teknologi-teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA spesifik dari berbagai spesies, bahkan dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga menjamin kehalalan produk secara lebih akurat.
Teknologi yang dapat digunakan dalam halal authentication adalah pengembangan one site detection yang memungkinkan deteksi non-halal spesies pada sampel dengan spesifik dan sensitifitas yang tinggi. Hal ini berdasar pendekatan molekuler.
Dengan menggunakan teknologi halal authentication berbasis sains, label halal tidak hanya menjadi simbol administratif, tetapi juga bukti ilmiah yang kuat dan objektif. Hal ini tentunya akan meningkatkan kepercayaan umat terhadap kehalalan produk, karena mereka dapat memastikan bahwa produk tersebut benar-benar halal berdasarkan verifikasi ilmiah yang kredibel.
Laboratorium Halal sebagai Pilar Ketiga dalam Sistem Halal
LPH-KHT PWM Jatim mendukung pengembangan laboratorium halal berbasis sains molekuler menjadi pilar ketiga dalam sistem halal nasional. Pilar pertama adalah sistem administrasi yang mengatur regulasi, dan pilar kedua adalah audit lapangan yang dilakukan oleh auditor halal.
Laboratorium halal berbasis sains molekuler ini akan memainkan peran penting dalam memastikan kehalalan biologis suatu produk. Keberadaan laboratorium ini juga akan membantu mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang di sepanjang rantai pasok.
Dengan teknologi yang lebih canggih, laboratorium halal ini dapat mengembangkan metode deteksi cepat, efisien, dan akurat.
Laboratorium ini akan berfungsi tidak hanya sebagai pusat pengujian, tetapi juga sebagai tempat penelitian dan edukasi mengenai halal berbasis sains. Hal ini penting untuk meningkatkan literasi masyarakat dan industri tentang makna halal secara menyeluruh, serta memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana memastikan kehalalan produk dengan cara yang lebih ilmiah.
Kolaborasi antara PTMA: Sains, Fikih, dan Inovasi Muhammadiyah
Beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) telah menjadi pelopor dalam riset halal authentication dan pengembangan laboratorium halal berbasis sains.
LPH-KHT PWM Jatim mengajak akademisi, praktisi, dan ulama untuk mempererat kolaborasi antara fikih dan sains dalam menyelesaikan masalah halal secara komprehensif dan berbasis bukti.
PTMA diharapkan dapat mengembangkan riset halal dengan pendekatan molekuler, pelatihan auditor halal berbasis sains, serta pengabdian masyarakat melalui edukasi dan pendirian laboratorium halal yang terakreditasi.
Dengan sumber daya manusia, jaringan, dan kepercayaan publik yang besar, Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam memperkuat ekosistem halal nasional.
Tantangan ini harus dijadikan kesempatan untuk memperkuat sistem halal Indonesia melalui teknologi dan sains. Investasi dalam laboratorium halal berbasis sains molekuler akan memastikan kehalalan produk secara objektif, meningkatkan kepercayaan umat, dan memperkuat integritas sistem halal.
Dengan kolaborasi antara akademisi, praktisi, ulama, serta dukungan pemerintah dan swasta, kita dapat memperkuat ekosistem halal Indonesia yang profesional dan sesuai syariat.
________________
*) Dosen Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Pengurus LPH-KHT PWM Jatim