MAKLUMAT — Buruh adalah mereka yang mengandalkan tenaga dan keahlian demi menggerakkan roda ekonomi. Dari buruh harian, buruh kasar, buruh musiman, hingga buruh pabrik, tambang, dan tani—semuanya berpeluh demi upah.
Tak sedikit pula buruh terampil yang bekerja dengan kecakapan khusus. Namun di balik peran vital itu, kelompok buruh terus menghadapi tantangan dari masa ke masa. Itulah sebabnya setiap 1 Mei, dunia menaruh hormat melalui peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day. Di sejumlah negara, termasuk Indonesia, hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Dikutip dari artikel jurnal yang ditulis oleh Roni Febrianto (2023), Hari Buruh Internasional dirayakan di berbagai belahan dunia sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan kaum pekerja dalam menuntut keadilan hak serta kondisi kerja yang layak. Sebelum dikenal sebagai hari perjuangan buruh, May Day di Amerika Serikat awalnya merupakan perayaan musim semi.
Perubahan makna ini terjadi seiring dengan memburuknya kondisi kerja pada abad ke-19, khususnya di sektor industri. Buruh pada masa itu dipaksa bekerja hingga 16 jam per hari dengan upah minim, tanpa perlindungan keselamatan maupun jaminan kesehatan.
Awal Mula Peringatan Hari Buruh
Mulanya pada tanggal 1 Mei 1886, ribuan pekerja di Amerika Serikat melakukan aksi mogok nasional untuk menuntut sistem kerja delapan jam sehari. Aksi ini dipelopori oleh tiga organisasi buruh besar, yaitu Knights of Labor, Federation of Organized Trades and Labor Unions, serta International Workingmen’s Association (First International).
Gelombang demonstrasi menyebar ke berbagai kota besar seperti Chicago, New York, dan Boston. Di Chicago, bentrokan berdarah terjadi pada 3 Mei 1886, yang dikenal sebagai Tragedi Haymarket, di mana empat demonstran dan tujuh polisi tewas. Insiden ini menyebabkan banyak aktivis ditangkap dan dipenjara.
Sebagai bentuk penghormatan, pada tahun 1889 federasi sosialis internasional menetapkan 1 Mei sebagai hari solidaritas buruh sedunia, mengenang peristiwa Haymarket. Namun, pada 1894, Presiden Grover Cleveland memilih menetapkan Hari Buruh di Amerika Serikat pada Senin pertama bulan September untuk menjauhkannya dari konotasi radikal. Kanada pun kemudian mengikuti langkah ini.
Di Eropa, 1 Mei awalnya berkaitan dengan tradisi pagan rakyat pedesaan, namun lambat laun berubah menjadi simbol gerakan buruh. Di Uni Soviet, perayaan 1 Mei menjadi hari libur nasional yang diwarnai parade militer dan dukungan terhadap perjuangan kelas pekerja melawan kapitalisme. Negara-negara Blok Timur juga menjadikan hari ini sebagai momentum penting.
Pada tahun 1933 di Jerman, hari buruh dijadikan hari libur resmi setelah kebangkitan Partai Nazi. Namun Ironisnya, keesokan harinya serikat pekerja justru dibubarkan, yang menyebabkan gerakan buruh nyaris lenyap.
Dinamika Peringatan Hari Buruh di Indonesia
Sedangkan di Indonesia sendiri, peringatan Hari Buruh pertama kali diadakan pada 1 Mei 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee, terinspirasi dari kritik Adolf Baars, seorang sosialis Belanda, atas eksploitasi buruh di perkebunan kolonial. Kala itu, para pekerja dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, dengan upah rendah dan tanpa jaminan keselamatan.
Pasca-kemerdekaan, Kabinet Sjahrir pada 1 Mei 1946 mendorong peringatan Hari Buruh, yang kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 1948 yang memperbolehkan buruh tidak bekerja pada tanggal tersebut. Ini menjadi momentum bagi diakuinya buruh sebagai suatu subjek yang penting bagi negara.
Namun, selama masa pemerintahan Presiden Soeharto, peringatan ini dilarang karena dianggap berasosiasi dengan ideologi komunis. Meskipun begitu, aksi-aksi protes buruh tetap terjadi, walau terbatas, dengan isu seperti upah layak, persoalan lembur, hingga hak cuti.
Momentum Hari Buruh kembali menguat di era reformasi. Aksi-aksi diwarnai dengan tuntutan terhadap sistem kerja yang lebih adil, termasuk penolakan outsourcing dan permintaan jaminan kesejahteraan. Presiden BJ Habibie menjadi pemimpin reformasi pertama yang menegaskan hak berserikat buruh dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 81, diikuti dengan pengesahan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Tonggak penting lainnya terjadi pada 1 Mei 2013, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh sebagai hari libur nasional. Sejak itu, setiap tanggal 1 Mei menjadi momen bagi para buruh di Indonesia untuk menyuarakan hak-hak mereka, seperti tuntutan upah layak, hak cuti hamil dan haid, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), serta perlindungan kerja lainnya, yang terus diperjuangkan demi kesejahteraan pekerja dan keluarganya.