MAKLUMAT — Persoalan kesejahteraan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) terus menjadi tantangan serius di tengah banyaknya kasus penyiksaan, kekerasan, hingga korban jiwa yang menimpa mereka di luar negeri.
Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamin menegaskan, problematika PMI tidak bisa hanya dibebankan kepada negara. Muhammadiyah, sebagai organisasi sosial-keagamaan, turut mengambil peran strategis dalam mendampingi dan memberdayakan kelompok pekerja migran.
“Di sisi lain peluang untuk bekerja di luar negeri sebetulnya sangat terbuka sehingga dapat menjadi bagian solusi masalah terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri,” ujar Yamin dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).
Yamin menyebut, mayoritas PMI saat ini berasal dari kalangan perempuan berpendidikan SLTA yang bekerja di sektor domestik sebagai asisten rumah tangga, caregiver lansia, dan penyandang disabilitas. “Saya kira ke depan perlu reorientasi pengiriman atau penempatan pekerja migran Indonesia dari unskilled labour ke skilled labour atau pekerja yang memiliki keterampilan kerja memadai,” lanjutnya.
Tantangan dari Hulu ke Hilir
MPM PP Muhammadiyah memandang persoalan pekerja migran sebagai satu ekosistem yang harus ditangani secara utuh, dari hulu hingga hilir. Rendahnya pemahaman prosedur kerja di luar negeri, keterampilan minim, kendala bahasa, hingga gegar budaya menjadi tantangan utama yang mesti diselesaikan secara sistemik.
“Termasuk dalam gegar budaya ini adalah karakter orang di negara tujuan yang ternyata berbeda dengan yang dipersepsikan sebelum berangkat ke luar negeri,” ujar Yamin.
Sebagai solusi, MPM Muhammadiyah menggulirkan program Kampung Migran Berkemajuan, yang bertujuan membekali calon PMI dan keluarganya dengan literasi menyeluruh, kesadaran spiritual, dan gaya hidup cukup sebelum keberangkatan.
“Dengan Kampung Migran Berkemajuan diharapkan calon pekerja migran beserta keluarganya sudah memiliki kesiapan dan motivasi yang sama untuk merubah nasib hidup agar lebih baik,” tuturnya.
Saranmu dan Pemberdayaan Ekonomi
Muhammadiyah juga meluncurkan gerakan Sahabat Migran Berkemajuan (Saranmu) bekerja sama dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan sejumlah Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di lima negara.
Melalui SaranMu, MPM memperkuat literasi, spiritualitas, dan komunikasi para PMI selama mereka bekerja di luar negeri. Selain itu, program ini turut menggandeng akademisi dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) untuk memperdalam riset dan penguatan dampingan.
“Motivasi utama pekerja migran Indonesia adalah motivasi ekonomi, sehingga dengan menjadi pekerja migran dapat mengatasi persoalan ekonomi secara berkelanjutan,” jelas Yamin. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan keluarga di tanah air agar hasil kerja di luar negeri bisa dimanfaatkan untuk sektor produktif seperti pertanian dan peternakan.
MPM Muhammadiyah telah menjalankan kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi PMI di beberapa daerah seperti Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Program ini menyasar sektor pertanian dan peternakan dengan pendekatan lintas sektor.
Diplomasi Luar Negeri Masih Lemah
Di sisi lain, Yamin menyoroti lemahnya integrasi antara kebijakan perlindungan pekerja migran dengan arah politik luar negeri Indonesia. Menurutnya, pengiriman pekerja migran belum menjadi bagian dari strategi diplomasi yang matang.
“Perlu penegakan hukum yang kuat, karena masalah pelindungan pekerja migran berhadapan dengan tembok sindikat yang kuat. Diperlukan komitmen yang kuat setiap aparat penegak hukum di setiap lini,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antar-kementerian dan keterlibatan masyarakat sipil seperti Muhammadiyah dalam merancang kebijakan perlindungan PMI.
“Pekerja Migran Indonesia di luar negeri merupakan etalase wajah kebudayaan bangsa di ranah global. Untuk kehadiran pekerja migran Indonesia bukan hanya membawa dampak ekonomi seperti pemasukan devisa, tetapi kita sebagai bangsa akan bangga bila para pekerja migran Indonesia diakui dunia karena kualitas sumberdaya manusianya yang terdidik, tetapi juga budayanya yang adiluhung,” pungkas Yamin.