DPP IMM Minta Evaluasi dan Pembenahan Total Program MBG

DPP IMM Minta Evaluasi dan Pembenahan Total Program MBG

MAKLUMAT — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dianggap masih belum berjalan optimal dan banyak kelemahan.

Sekretaris Bidang Kesehatan DPP IMM, Salmah Fauziah, menyoroti problem dalam sistem pengelolaan, pengawasan, serta mutu pangan dalam pelaksanaan program MBG.

Sejak diluncurkan pada Januari 2025 lalu, program MBG sudah menjangkau lebih dari 3 juta penerima manfaat. Tetapi, serangkaian insiden keracunan massal, kekurangan standar gizi, serta pengelolaan yang kurang baik memperlihatkan belum optimalnya implementasi program tersebut, yang berisiko merugikan kesehatan publik.

Permasalahan Keracunan Massal: Ancaman Reputasi MBG

Salmah menyorot sejumlah kasus keracunan massal yang terjadi terkait program MBG. Seperti pada 29 April 2025, sebanyak 342 siswa serta 2 guru di SMPN 35 Bandung mengalami diare massal setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

Sebelumnya, di Kabupaten Cianjur, status Kejadian Luar Biasa (KLB) dinyatakan oleh Dinkes Cianjur setelah 165 siswa dilaporkan mengalami keracunan MBG.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang merespon hal tersebut dan mengungkapkan bahwa hal itu adalah ‘kesalahan teknis’, juga mendapatkan kritik keras dari DPP IMM, yang menilai bahwa keracunan makanan dalam program pemerintah bukanlah hal yang bisa dianggap sepele.

“Keracunan makanan bukan sekadar angka statistik. Ketika satu anak jatuh sakit, itu adalah kegagalan negara dalam melindungi anak-anak Indonesia. Negara harus bertanggung jawab penuh untuk menjamin pemulihan mereka,” ujar Salmah, dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Selasa (6/5/2025).

Ia menandaskan bahwa kejadian keracunan massal tersebut mencerminkan kegagalan sistem yang lebih besar, bukan sekadar masalah teknis belaka.

Baca Lainnya  Cangkir Opini Ajak Anak Muda Tetap Bersatu, Meski Beda Pilihan Politik

“Distribusi dilakukan tanpa pengawasan yang memadai. Dapur-dapur diminta untuk produksi, namun mitra belum dibayar. Distribusi jalan, tapi pengawasan tidak berjalan di tempat. Ini membahayakan mutu makanan dan kesehatan anak-anak kita,” sorot Salmah.

Analisis IMM Berdasarkan Temuan

Berdasarkan analisis yang melibatkan berbagai sumber, termasuk data dari CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives), DPP IMM menyimpulkan bahwa implementasi MBG menghadapi sejumlah masalah struktural yang pelik, antara lain:

Kendala pada Penerapan Standar Gizi serta Keamanan Pangan

Dari hasil pengamatan awal, analisis data yang sudah diperoleh menampilkan bahwa hanya sekitar 17% dari menu MBG yang memenuhi standar gizi yang sangat dibutuhkan penerima manfaat, terutama untuk anak-anak. Bahkan sebagian besar menu mengandung makanan ultra-proses, yang dapat menyebabkan problem kesehatan jangka panjang, contohnya saja obesitas serta hipertensi. Konsumsi makanan ultra-proses seperti halnya susu manis, dan makanan cepat saji dapat menurunkan dari kualitas gizi anak-anak.

Minimnya Pengawasan Keamanan Makanan

Menurut standar internasional semacam HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points), setiap dapur yang menyediakan makanan untuk program semisal MBG, seharusnya menerapkan kontrol ketat pada tahapan produksi, penyimpanan, juga distribusi makanan. DPP IMM menemukan pengawasan terhadap pelaksanaan program ini sangat minim. Malahan, sejumlah daerah tersebut hanya memiliki satu orang ahli gizi untuk mengawasi dapur yang mampu menghasilkan sampai 3.500 porsi makanan per hari itu. Praktik ini jelas merupakan sesuatu yang tidak bisa sesuai dengan standar keamanan makanan yang baik.

Baca Lainnya  Tinjau Pembangunan Arena Muktamar ke-49 Muhammadiyah di Medan, Muhadjir: Luar Biasa!

Program yang Diperluas tanpa Memperhatikan pada Standar Kualitas

Target dari pemerintah adalah menjangkau 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2025. Namun, perluasan dari program ini dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan kualitas implementasi serta efektivitas program, terutama di daerah-daerah yang lebih membutuhkan intervensi gizi yang tepat. Karena kajian yang tak mendalam, maka fokus kuat pada jumlah penerima manfaat bisa menjadikan program kurang efektif mencapai tujuan. DPP IMM sendiri menekankan bahwa intervensi gizi perlu diprioritaskan berdasarkan kebutuhan spesifik wilayah dan kelompok rentan, bukan sekadar menggenjot angka penerima manfaat.

Tuntutan DPP IMM untuk Pembenahan MBG

DPP IMM, kata Salmah, menghasilkan beberapa tuntutan penting untuk memastikan bahwa program MBG dilaksanakan secara profesional, aman, dan transparan, guna meminimalisir potensi risiko yang bisa merugikan anak-anak Indonesia.

  1. Penetapan Standar Keamanan Pangan Nasional. DPP IMM mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa setiap dapur yang menjalankan program MBG disertifikasi oleh Dinas Kesehatan, dan bahan makanan yang digunakan harus menjalani uji laboratorium acak. Selain itu, DPP IMM menuntut pelatihan wajib bagi juru masak yang berbasis pada standar gizi dan higienitas yang tepat.
  2. Pengawasan Aktif serta Transparansi. DPP IMM meminta pembentukan Satgas Pengawas MBG di tiap kabupaten/ kota untuk melaksanakan pengawasan yang lebih ketat terhadap penerapan program ini. Pemerintah wajib melaksanakan audit mendadak terhadap dapur serta memastikan seluruh distribusi dan penyimpanan makanan dilakukan secara transparan dengan laporan harian berbasis bukti visual yang dapat diakses publik.
  3. Transparansi Anggaran serta Pembayaran Mitra. DPP IMM menyerukan terdapatnya audit publik terhadap anggaran MBG serta memastikan pembayaran tepat waktu kepada seluruh mitra dapur yang terlibat. Tidak hanya itu, DPP IMM mendesak agar Masyarakat dilibatkan dalam penilaian serta pengawasan program secara berkelanjutan.
  4. Tunda Perluasan Bila Sistem Belum Siap. DPP IMM menegaskan bahwa pemerintah wajib menunda ekspansi program MBG ke daerah lain bila sistem pengawasan, keamanan pangan, serta transparansi anggaran belum terjamin. Prioritas utama haruslah keselamatan serta kesehatan anak- anak Indonesia, bukan kejar target politik.
Baca Lainnya  DPP IMM Minta Menpan RB Cabut SE Penyesuaian Pengangkatan CASN 2024

Salmah mengingatkan, keberhasilan MBG hanya dapat dicapai apabila program ini dijalankan dengan integritas, profesionalisme, serta atensi penuh terhadap mutu serta keselamatan pangan.

Tanpa pembenahan mendalam dalam aspek pengawasan serta sistem yang jelas, MBG malah berisiko jadi ancaman untuk kesehatan anak- anak Indonesia.

Rekomendasi IMM

  1. Juknis MBG Wajib Komprehensif serta Transparan: Petunjuk teknis MBG perlu mencakup standar gizi, keamanan pangan, pengelolaan dapur, dan sistem monitoring yang jelas yang bisa diakses oleh publik.
  2. Integrasi dengan Program Gizi yang lainnya: Program MBG wajib dilengkapi dengan edukasi gizi, perbaikan sanitasi, serta intervensi sosial-ekonomi, dan melibatkan Kementerian Kesehatan secara aktif.
  3. Delegasi Kewenangan ke Pemerintah Daerah: Pemerintah pusat butuh membagikan kewenangan kepada pemerintah daerah dengan menguatkan kapasitas mereka melalui pelatihan teknis serta pendampingan ahli gizi untuk pengelolaan dapur sentral serta distribusi pangan lokal.
  4. Pengaturan Kemitraan MBG serta Mitigasi Konflik Kepentingan: Pemerintah wajib mengendalikan dengan jelas kemampuan resiko serta sanksi terkait kemitraan MBG, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor. 28/ 2024 tentang Kesehatan, dan memastikan keamanan pangan berkepanjangan.
*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *