KETUA PP Muhammadiyah Dr Busyro Muqoddas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (29/9/2023) memaparkan empat praktik aktualisasi ideologi Muhammadiyah dalam bidang politik kenegaraan.
Pertama, kata Busyro, bahwa Muhammadiyah menegaskan posisinya dalam berorientasi pada politik nilai, dengan kontribusi pada konsep-konsep kenegaraan dan bentuk advokasi sosial, pendidikan SDM, serta pencerahan kebangsaan.
Kedua, lanjut dia, Muhammadiyah menegaskan tidak menjadi bagian dan alat dari partai politik. Hal itu, dijelaskan Busyro, bekaitan dengan etos amal dalam spirit tauhid dan tanggung jawab sejarah masa depan negara, bangsa dan umat.
Muhammadiyah telah eksis dan berperan selama sekitar 111 tahun sebagai pilar kebangsaan dan kenegaraan, sekaligus keumatan-kemanusiaan secara universal dalam karakter sebagai gerakan modernis berwatak tajdid. Dalam arti secara ideologis-politik, Muhammadiyah telah berhasil membuktikan kualitas jejak geraknya on the track secara syar’i dan konstitusi kenegaraan, sekaligus sebagai pilar bangsa.
“Belakangan ini LBHAP, MHH dan LHKP PP Muhammadiyah, itu sering terjun ke beberapa titik konflik, ke beberapa tempat yang sedang kasus. Itu juga sesungguhnya adalah bagian dari kritik-kritik untuk memperkuat pilat kenegaraan, karena Muhammadiyah tentu menyadari salah satu fungsinya adalah sebagai memperkuat pilar kenegaraan itu. Ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah senantiasa on the track jejak geraknya,” terang Busyro.
Lebih lanjut, Busyro menerangkan, proses kaderisasi internal di Muhammadiyah telah berjalan dan berhasil sebagai salah satu pemasok kader unggul akhlak, intelektual dan leadership di berbagai sektor, seperti TNI, POLRI, berbagai posisi pemerintahan (eksekutif), hingga sektor legislatif dan yudikatif.
“Peran internal organisasional ini bermakna, bahwa secara politik, yakni dalam relasi nilai-nilai moral kenegaraan kebangsaan, peran parpol sebagai lembaga demokrasi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, justru telah memperoleh mitra unggulan terpercaya dari proses organisasional di dalam Muhammadiyah,” ungkap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI itu.
Praktik aktualisasi ketiga, lanjut Busyro, adalah berupa praktek advokasi di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, perlingungan terhadap rakyat untuk access to political, human rights, economy, keadilan dan keamanan atas hak lingkungan, yang dalam kurun waktu 6 dekade, justru lebih serius dan lebih banyak diperankan oleh Muhammadiyah.
“Dalam hal ini, Muhammadiyah memiliki modal yang kuat, bahwa Muhammadiyah konsisten bertahan dengan karakter independensi, etis, dan kolaboratif,” tandasnya.
Terakhir, keempat adalah dalam praktek kenegaraan, parpol dan DPR, yang menurut Busyro justru semakin tercerabut dari fungsi utamanya sebagai alat politik aspirasi rakyat.
“Terdapat opini publik bahwa peran elit oligarki korporasi justru sebagai faktor dominan telah membawa proses delegitimasi parpol dan DPR. Muhammadiyah hadir di sini, dalam praktik-praktik kenegaraan yang konstruktif dan mencerahkan. Hadirnya Muhammadiyah di tengah-tengah masyarakat membuktikan peran kenegaraan persyarikatan, bahkan ketika parpol dan lembaga-lembaga negara semakin terdelegitimasi,” jelas Busyro. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto