Dinilai Hambat KPK Ungkap Korupsi, Pasal Soal Direksi di UU BUMN Digugat ke MK

Dinilai Hambat KPK Ungkap Korupsi, Pasal Soal Direksi di UU BUMN Digugat ke MK

MAKLUMAT — Hosnika Putra, seorang advokat, mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 9G Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mempersoalkan pasal yang menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan merupakan penyelenggara negara.

Dilansir dari laman resmi MK, Senin (28/7/2025), Permohonan tersebut teregistrasi dengan Nomor Perkara PUU/115-XXIII/2025 dan telah menjalani sidang pendahuluan pada Jumat (25/7/2025). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi dua Hakim Konstitusi, yakni Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah.

Hosnika berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 9G menimbulkan tafsir ganda yang berpotensi memperlemah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia merujuk pada Pasal 11 ayat (1) UU KPK yang menyebut lembaga tersebut hanya berwenang menangani perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pihak lain yang berkaitan.

Menurutnya, penghapusan status “penyelenggara negara” terhadap pejabat di tubuh BUMN berisiko membuat KPK ragu untuk bertindak dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan mereka.

Perkara-perkara korupsi yang melibatkan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN menjadi tidak dapat ditangani dengan optimal,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika kasus-kasus tersebut tidak ditindak, maka masyarakat tidak akan menerima manfaat pembangunan secara maksimal. Kondisi itu menurutnya merugikan hak konstitusional sebagai warga negara.

Baca Juga  19 Pilot Merasa Terancam, Tradisi Menerbangkan Balon Udara Saat Idulfitri Perlu Diatur Ulang

Hosnika juga menganggap ketentuan Pasal 9G menciptakan ketidakpastian hukum. Pasal itu, kata dia, bertentangan dengan ruang lingkup penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

“Menyatakan Pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menyatakan Pasal 9G Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ucapnya saat membacakan petitum permohonan secara daring.

Dalam sidang, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyoroti kedudukan hukum Hosnika sebagai pembayar pajak. Menurutnya, posisi semacam itu hanya relevan untuk perkara yang berkaitan langsung dengan keuangan negara. Ia juga meminta pemohon menambahkan argumentasi hukum untuk menguatkan permohonannya.

Hal senada disampaikan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Ia menyarankan agar Hosnika menjelaskan secara rinci kerugian konstitusional yang dialami akibat berlakunya pasal yang diuji.

“Selaku Pemohon yang berprofesi sebagai advokat, perlu memperlihatkan keterkaitan norma dengan kerugian yang dialami, karena norma terkait dewan direksi, komisaris, agar ada kepastian hukumnya Pemohon,” kata Guntur.

Pada akhir persidangan, Ketua MK Suhartoyo memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Naskah perbaikan dapat diserahkan paling lambat Senin, 11 Agustus 2025 ke Kepaniteraan MK.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *