100 Warga Gaza Gugur, 382 Luka-Luka dalam 24 Jam, Israel Terus Gempur tanpa Henti

100 Warga Gaza Gugur, 382 Luka-Luka dalam 24 Jam, Israel Terus Gempur tanpa Henti

MAKLUMATAgresi militer Israel di Jalur Gaza kembali menelan korban besar. Dalam waktu 24 jam terakhir, serangan udara dan darat menewaskan sedikitnya 100 warga sipil Palestina dan melukai 382 lainnya, sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan Palestina, Selasa (29/7).

Dua dari korban sempat berhasil diselamatkan dari balik reruntuhan bangunan. Namun gelombang korban terus berdatangan ke rumah sakit, didominasi anak-anak dan perempuan dari wilayah permukiman padat.

Rumah-rumah sakit di Gaza kini lumpuh. Selama satu hari terakhir, mereka menerima 25 korban dari sektor bantuan kemanusiaan, dan lebih dari 237 korban luka lainnya. Dengan tambahan ini, total korban dari kelompok relawan dan petugas bantuan sejak awal agresi mencapai 1.157 orang gugur dan 7.758 luka-luka.

Serangan tersebut membuktikan bahwa Israel tak lagi membedakan antara kombatan dan warga sipil. Bahkan, para pekerja kemanusiaan yang sedang menyelamatkan nyawa pun ikut menjadi target.

Israel juga menggunakan blokade total sebagai senjata perang. Dalam 24 jam terakhir, 14 warga Gaza—termasuk anak-anak—meninggal akibat kelaparan dan kekurangan gizi akut. Angka kematian karena krisis pangan kini mencapai 147 jiwa, terdiri dari 88 anak-anak dan 59 orang dewasa. “Kami melihat anak-anak meninggal bukan karena bom, tapi karena perut kosong dan tangan yang tak dijangkau bantuan,” ungkap seorang dokter di RS Kamal Adwan mengutip Pusat Info Palestina.

Baca Juga  Ketum PP Aisyiyah Gaungkan Kedaulatan Pangan, Sentil Soal Kesenjangan Sosial di Indonesia

8.755 Gugur Sejak Maret, Jumlah Tertinggi Korban Anak dan Perempuan

Sejak agresi terbaru dimulai pada 18 Maret 2025, korban jiwa mencapai 8.755 orang, sementara 33.192 lainnya luka-luka. Mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan. Sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban keseluruhan kini menembus 59.921 gugur dan 145.233 luka-luka.

Tim medis dan relawan tak mampu menjangkau banyak korban. Puluhan warga diduga masih tertimbun di bawah reruntuhan, namun kondisi jalanan dan serangan udara beruntun menghalangi upaya penyelamatan. “Kami mendengar suara anak-anak menangis dari bawah puing-puing, tapi kami tak bisa menolong. Tembakan dan reruntuhan memblokir akses,” tutur seorang relawan pertahanan sipil.

Serangan yang berlangsung tanpa henti, ditambah blokade dan kelaparan sistemik, memperkuat dugaan bahwa yang terjadi di Gaza bukan sekadar konflik militer, melainkan genosida sistematis. “Ini bukan perang, ini pembantaian. Dunia tidak boleh hanya bersedih dan prihatin. Diam berarti menjadi bagian dari kejahatan,” kata seorang aktivis HAM Palestina.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *