29 Kabupaten/Kota Terancam Krisis Air Bersih, DPRD Jatim Desak Pemprov Siapkan Langkah Mitigatif

29 Kabupaten/Kota Terancam Krisis Air Bersih, DPRD Jatim Desak Pemprov Siapkan Langkah Mitigatif

MAKLUMAT – Ancaman kekeringan membayangi 29 kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebanyak 815 desa pun terancam akan mengalami krisis air bersih.

Anggota Komisi E DPRD Jatim, Puguh Wiji Pamungkas meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim segera menyiapkan langkah-langkah mitigatif yang konkret dan terstruktur.

Puguh mengungkapkan bahwa potensi krisis air bersih tahun ini meluas hingga di 29 kabupaten/kota. Bahkan, 3 kabupaten: Bangkalan, Jombang, dan Pasuruan, sudah ditetapkan berstatus siaga darurat krisis air.

“Ancaman krisis air ini harus menjadi perhatian serius. Apalagi ini bukan kejadian baru, tapi hampir menjadi rutinitas tahunan di wilayah-wilayah yang sama,” ujar Puguh, Kamis (31/7/2025).

Menurutnya, pola kekeringan yang berulang seharusnya sudah dapat dipetakan dengan baik, sehingga Pemprov bersama BPBD bisa lebih siap dan tidak lagi bersifat reaktif.

“Harapannya, BPBD Jawa Timur bersama BPBD kabupaten/kota sudah menyusun langkah mitigasi jauh-jauh hari. Mulai dari peringatan dini kepada masyarakat hingga perencanaan distribusi air bersih yang matang,” tegas politisi PKS ini.

Puguh menyebut bahwa edukasi kepada masyarakat di wilayah rawan kekeringan juga penting dilakukan agar mereka menyadari potensi krisis air dan mulai menerapkan penghematan.

“Warning system harus jalan. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa mereka berada dalam situasi krisis air, supaya bisa menyesuaikan pola konsumsi airnya,” ungkapnya.

Baca Juga  Fraksi PDIP DPRD Jatim Desak Pemprov Petakan Titik Rawan Longsor: Mitigasi Harus Maksimal

Tak hanya itu, ia juga mendorong Pemprov Jatim untuk menyiapkan infrastruktur mobilisasi air bersih secara detail dan operasional.

“Berapa tangki air yang dibutuhkan, dari mana sumber airnya, distribusi ke titik-titik mana saja, berapa kali pengiriman dalam sehari, semua ini harus dihitung dan dipersiapkan secara sistematis,” papar Puguh.

Ia mengingatkan, jika mitigasi tidak dijalankan dengan baik, krisis air berpotensi menimbulkan keresahan sosial.

“Langkah mitigasi ini bukan hanya soal teknis penyediaan air, tapi juga untuk menjamin keamanan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Mereka harus tetap bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dan ekonominya tidak terganggu,” pungkas pria asal Malang ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *