MAKLUMAT — Menyamakan keharaman babi, darah, khamar atau lainnya yang disebut secara qath’i dan sharih dalam kitabullah dan sunah maqbullah dengan keharaman sound horeg sangatlah tidak tepat, sebab keduanya jelas sangat berbeda.
Babi haram mutlak tanpa khilaf karena disebut qath’i dalam Al-Quran. Dagingnya, darahnya, tulangnya, kulitnya, jelas haram bahkan ketika kulit babi berubah menjadi sendal, sepatu, dompet atau perhiasan lainnya, tetap haram secara mutlak tanpa khilaf.
––––––––––

Sound horeg hanyalah fenomena kejadian yang berlangsung sesaat—darinya mengandung mudharat berupa kerusakan, keresahan, kegaduhan, terganggunya ketertiban, dan pelanggaran jam istirahat.
Lantas apanya yang diharamkan? Kabelnya, mobil truk pengangkut salon (speaker), mesin pengerasnya, atau suara horegnya.
Jika sound mutlak diharamkan? Bagaimana dengan pengeras suara masjid? Apakah ikut haram? Apakah sound saat mauludan (peringatan Maulid Nabi), salawatan dalam majelis riyadul jannah juga ikut haram?
Jika sound horeg difatwakan haram, bagaimana jika sound horeg dikarak dalam keadaan sirr alias diam, atau suaranya direndahkan atau dimatikan apakah sound-nya tetap haram? Karena sound-nya tidak menimbulkan suara sama sekali. Jadi apanya yang haram?
––––––––––
Lantas lahir kompromi—sound tidak lebih dari delapan saff karena kebisingan terjadi jika soundnya berlapis sepuluh, dua belas, bahkan lima belas. Maka, sound di bawah delapan tetap halal alias dibolehkan karena dalam batas normal.
Jam malam dibatasi sampai pukul 23.00, jadi sound horeg disebut haram jika melewati batas jam malam, sedangkan pada jam-jam atau waktu-waktu normal tetap diperbolehkan, begitukah?
Tidak ada miras, purel, saweran, ataupun pakaian seronok yang menjurus pornografi dan pornoaksi, termasuk tarian dan jogetan yang mengandung birahi.
Lantas bagaimana jika lagu dan tariannya diganti dengan tari zapin karya guru sufi Jalalalluddin Rumi dan lirik salawatan karya Habib Syech?
Memfatwa haram sound horeg sangat tidak mudah, sebab harus memilah dan memilih, karena ini ranah khilafiyah ijtihadiyah, termasuk sound masjid yang mengawali bersuara pada setengah tiga dini hari, apakah juga disertakan keharamannya karena mengganggu ketertiban dan melanggar hak orang yang sedang beristirahat?
––––––––––
Mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah Swt juga dosa. Hal ini karena Allah Swt telah menetapkan batasan halal dan haram, dan manusia tidak memiliki hak untuk mengubahnya. Mengharamkan yang halal atau sebaliknya, menghalalkan yang haram, adalah bentuk pelanggaran terhadap otoritas Allah Swt dan dapat menjerumuskan seseorang pada kesesatan dan dosa.
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Hukum asal sound itu mubah, sebelum dipraktikkan secara berlebihan dan melampai batas. Maka dilakukan penertiban, pembatasan dan ditribusi penggunaan agar tidak melampaui batas, jadi bukan orientasi pada hukum halal dan haramnya sound.
––––––––––
Majelis Tarjih dan Tajdid sangat bijak menyikapi dengan menggunakan tiga metode, yakni bayani, burhani, serta irfani.
Jika ketiganya dipakai secara berimbang untuk mengistinbath hukum yang sifatnya ijtihadiyah khilafiyah, fa insya Allah akan didapat hasil yang arif dan bijak. Menunggu fatwa. Wallahu ta’ala a’lam.
Comments