DPRD Jatim Desak Kaji Ulang Kebijakan Bebas Pajak Mobil Listrik

DPRD Jatim Desak Kaji Ulang Kebijakan Bebas Pajak Mobil Listrik

MAKLUMAT – Kebijakan bebas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik dinilai DPRD Jatim perlu dikaji ulang. Pasalnya, kebijakan ini berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang selama ini bersumber dari sektor pajak kendaraan.

“Yang menanggung beban jalan itu kan provinsi, kota, dan kabupaten. Sementara mobil listrik, terutama yang mewah, tidak memberikan kontribusi melalui PKB. Padahal jalan yang dilalui itu milik daerah,” kata anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Fuad Benardi, Sabtu (2/8/2025).

Meskipun mobil listrik ramah lingkungan dan menjadi tren positif, namun tidak adanya pungutan PKB, khususnya pada kendaraan dengan harga di atas Rp500 juta, menjadi masalah baru.

“Mobil listrik berkembang, itu bagus. Tapi harus dipikirkan juga soal pembatasan. Kalau harganya di atas 500 juta, seharusnya bisa dikenakan pajak,” tegas putra sulung Tri Rismaharini ini.

Menurut Fuad, saat ini daerah tidak mendapatkan apa pun dari pertumbuhan mobil listrik karena kebijakan PKB nol peren berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2023. Padahal, PKB adalah sumber utama PAD yang digunakan untuk perbaikan jalan dan pembangunan infrastruktur daerah lainnya.

Meski disebut bebas pajak, mobil listrik tetap dikenai beberapa biaya administrasi, seperti SWDKLLJ: Rp143.000, Penerbitan STNK: Rp200.000, Penerbitan TNKB: Rp100.000. Sehingga total pajak tahunan mobil listrik di tahun pertama mencapai Rp443.000.

Di tahun kedua hingga keempat, hanya perlu membayar Rp343.000. Sedangkan di tahun kelima, karena adanya pergantian plat nomor, jumlahnya menjadi Rp493.000.

Baca Juga  SPKLU PLN Jamin Layani Mobil Listrik Pemudik

Jika diakumulasikan, total biaya pajak selama lima tahun hanya sekitar Rp1.965.000 –jauh lebih murah dibanding mobil berbahan bakar minyak (BBM).

Fuad mengingatkan bahwa insentif mobil listrik perlu dievaluasi agar tidak membebani keuangan daerah, terutama dalam pemeliharaan jalan dan fasilitas publik lainnya.

Ia menyarankan agar mobil listrik kelas premium tetap dikenakan pungutan pajak sebagai bentuk kontribusi terhadap pembangunan daerah.

“Jalan rusak tetap harus diperbaiki, dan itu butuh dana. Kalau PAD berkurang karena PKB hilang, lalu dananya dari mana?” tandas anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *