Kanker Paru-paru Jadi Silent Killer, Banyak Gejala Masih Terabaikan

Kanker Paru-paru Jadi Silent Killer, Banyak Gejala Masih Terabaikan

MAKLUMAT — Kanker paru-paru masih menjadi ancaman kesehatan yang mematikan, dengan angka kejadian dan kematian yang tinggi, terutama di Indonesia. Guru Besar Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ), Prof Dr dr Muhammad Fachri SKed SpP MKM FAPSR FISR, menyoroti sejumlah hal krusial seputar kelompok usia rentan, penyebab, gejala awal, hingga pentingnya peran keluarga dalam mendukung pasien kanker paru-paru.

Ia menyebut, usia rata-rata penderita kanker paru-paru di Indonesia lebih muda dibandingkan rata-rata internasional.

“Usia rata-rata kanker paru-paru di Indonesia lebih muda yaitu 58 tahun, dibandingkan dengan data internasional yakni 65 tahun,” ujar Fachri dikutip dari laman resmi UMJ pada Ahad (3/8/2025).

Dua Kategori Kelompok Risiko

Fachri menjelaskan, terdapat dua kategori kelompok risiko, yakni Kelompok A yang terdiri dari mereka yang berusia di atas 45 tahun dengan riwayat merokok aktif, pasangan perokok, atau berhenti merokok kurang dari 10 tahun, serta memiliki pajanan karsinogen di tempat kerja atau lingkungan.

Kemudian ada Kelompok B, yaitu para individu berusia di atas 40 tahun dengan riwayat keluarga penderita kanker paru.

Kanker Paru-paru: Silent Killer

Menurut Fachri, kanker paru-paru kerap dijuluki silent killer karena gejala pada tahap awal sering kali tidak terlihat. “Ketika ukuran massa tumor masih kecil (kurang dari 3 cm), maka hasil foto rontgen dada biasanya belum memperlihatkan tanda-tanda yang jelas,” katanya.

Baca Juga  Jangan Remehkan Bahaya Infeksi Usus

Gejala seperti batuk dan sesak napas umumnya baru muncul saat tumor membesar dan menekan organ-organ di sekitarnya. Penyebaran ke organ lain juga bisa menyebabkan komplikasi serius. Hal inilah yang membuat deteksi dini sangat penting, namun sering luput karena kemiripan gejalanya dengan penyakit paru lainnya.

Fachri menyatakan bahwa faktor risiko terbesar adalah rokok. “Merokok merupakan faktor risiko terbesar bagi terjadinya kanker paru-paru, karena dapat menyumbang sekitar 80% kasus pada laki-laki serta 50% kasus pada perempuan,” jelasnya.

Namun, faktor lain seperti kerentanan genetik, polusi udara, paparan gas radon, serta bahan industri berbahaya seperti asbestos dan silika, juga ikut berperan. Ia menambahkan bahwa gaya hidup urban juga memperburuk kondisi paru-paru. “Hal ini juga didukung oleh gaya hidup urban, termasuk kurang olahraga dan tingkat stres yang tinggi, turut menurunkan daya tahan paru sehingga memperburuk kesehatan pernapasan,” tambahnya.

Gejala awal seperti batuk, sesak napas, dan nyeri dada sering kali tidak dianggap serius. Bahkan penurunan berat badan tanpa sebab kerap diabaikan. Padahal, pengobatan sangat bergantung pada stadium penyakit.

Pada stadium awal, kanker paru dapat dioperasi dan peluang kesembuhan masih tinggi. Namun, pada stadium lanjut, pengobatan lebih mengandalkan kemoterapi, radiasi, atau targeted therapy. Meski ada kemajuan pengobatan, keberhasilan tetap menurun seiring peningkatan stadium.

“Namun, upaya pencegahan ini menghadapi tantangan besar, yakni rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya faktor risiko kanker paru-paru,” ujarnya.

Baca Juga  Hari Kanker Sedunia: 'United by Unique'

Pentingnya Edukasi dan Dukungan

Fachri menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat tidak meremehkan dampak rokok maupun paparan polusi terhadap paru-paru. Ia juga menyoroti pentingnya dukungan keluarga bagi pasien.

“Dukungan moral, perhatian, serta pendampingan dari keluarga dapat memperkuat mental pasien,” tegasnya.

Ia menyebut, kehadiran keluarga dapat membantu pasien menjalani pengobatan dengan lebih disiplin dan meningkatkan kualitas hidup. Banyak pasien yang kehilangan semangat saat mendengar diagnosis kanker, dan dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam menghadapi fase berat selama terapi.

“Oleh karena itu, langkah pencegahan menjadi hal yang paling krusial,” lanjutnya.

Fachri juga menekankan bahwa kanker paru tidak hanya menyerang perokok aktif, tapi juga bisa terjadi pada perokok pasif atau siapa pun yang terpapar faktor risiko. Ia mendorong adanya kesadaran kolektif, baik dari individu, keluarga, maupun masyarakat luas, untuk membangun lingkungan yang lebih sehat dan bebas asap rokok.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *