MAKLUMAT — Dosen Program Studi (Prodi) Agribisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuhud Rozaki SP MAppSc PhD, memaparkan hasil penelitiannya terkait keberlanjutan usaha tani padi organik di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Hal tersebut ia sampaikan dalam forum Seminar Nasional dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) 2025, yang berlangsung di Student Dormitory UMY, Sabtu (2/8/2025).
Sekadar diketahui, penelitian tersebut merupakan hasil hibah dari Pendidikan Tinggi (Dikti) dan mencakup analisis menyeluruh terhadap sistem pangan padi organik dari aspek produksi hingga kebijakan. Sebanyak 150 petani di lima kabupaten terlibat dalam riset, dengan fokus pada tiga dimensi keberlanjutan: ekonomi, ekologi, dan sosial.
“Secara keseluruhan, rata-rata skor keberlanjutan usaha tani padi organik di dua wilayah ini menunjukkan angka 2,94, yang masuk dalam kategori cukup berkelanjutan,” ungkap Zuhud.
Ia menjelaskan, dari sisi ekonomi, manajemen keuangan menjadi faktor paling berpengaruh dalam keberlanjutan usaha tani. Petani yang mampu mengelola keuangannya dengan baik terbukti memiliki usaha tani yang lebih stabil dan berkelanjutan.
“Temuan kedua dari segi ekologi adalah rotasi tanaman. Praktik ini terbukti efektif dalam menjaga kesuburan tanah dan mendukung pertanian organik,” papar Zuhud.
Sementara itu, dari sisi sosial, partisipasi petani muda dinilai sebagai kunci keberlanjutan jangka panjang. Zuhud menekankan bahwa regenerasi petani adalah tantangan serius yang harus segera direspons.
Tak hanya itu, ia juga menemukan bahwa keterlibatan perempuan dalam pertanian organik memberi dampak signifikan terhadap keberlanjutan. Menurutnya, perempuan memainkan peran strategis dalam mengelola usaha tani dan mendukung sistem pertanian keluarga.
Meski menunjukkan tren positif, penelitian ini juga mengungkap sejumlah tantangan, terutama terkait harga jual padi organik yang belum sebanding dengan kualitasnya.
“Banyak konsumen yang tidak merasa ada perbedaan harga saat membeli padi organik, padahal kualitasnya lebih baik,” jelasnya.
Di sisi lain, dari perspektif ketahanan pangan, sebanyak 60 persen petani padi organik dalam penelitian ini dikategorikan aman pangan (food secure), sementara 31 persen lainnya masih berada dalam kondisi cukup rawan pangan.
Zuhud menegaskan bahwa pertanian organik bukan hanya solusi pengurangan emisi karbon, tetapi juga bagian dari upaya menghadirkan sistem pangan yang sehat dan berkelanjutan.
Ia pun menyampaikan bahwa penelitian ini telah menghasilkan delapan fokus luaran, lima di antaranya sudah dipublikasikan, satu diterima, dan dua masih dalam proses peninjauan. Ia turut membagikan daftar jurnal terkait sebagai bahan rujukan bagi para peserta seminar.
“Jurnal-jurnal ini relatif mudah untuk diakses, semoga bisa menjadi referensi yang bermanfaat,” pungkas Zuhud.