MAKLUMAT — Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, dikabarkan telah membentuk tim penasihat ahli untuk mendukung kinerjanya, di antara nama-nama yang masuk dalam daftar tersebut salah satunya adalah Dewan Pakar Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PP Muhammadiyah, Prof Dr Muhammad Amin Abdullah.
Penunjukan sebagai penasihat ahli Menag RI tersebut, menambah panjang daftar kiprah intelektual dan pengabdian publik Amin Abdullah. Sosok yang juga pernah menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu tentu sudah tidak asing di kalangan akademisi, terlebih dalam bidang filsafat dan studi Islam.
Smiling thinker, begitulah ia dijuluki oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014 sekaligus Eks Duta Besar RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari pernah menulis sosok gurunya itu sebagai ‘zuama yang kurang berambisi’. Masih banyak lagi tokoh nasional yang menaruh hormat pada lelaki kelahiran Margomulyo, Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada 28 Juli 1953 itu.
Selama puluhan tahun belakangan, Amin Abdullah telah banyak berkiprah dari ruang kuliah, forum ilmiah internasional, hingga gelanggang organisasi kemasyarakatan. Sebagai salah satu cendekiawan Muslim terkemuka, ia dikenal konsisten membumikan filsafat dan membangun jembatan dialog antara agama, ilmu pengetahuan, dan realitas sosial, sebuah jalan yang diyakininya mampu mencerahkan umat di tengah perubahan zaman.
Amin Abdullah tumbuh di lingkungan yang sarat tradisi keislaman. Pendidikan dasarnya ia jalani di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Pada 1972, ia menamatkan Kulliyat Al-Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI) yang merupakan pendidikan menengah setingkat SMP. Ia kemudian melanjutkan Program Sarjana Muda di Institut Pendidikan Darussalam pada tahun 1977. Ia lalu menempuh studi di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dituntaskannya pada 1982.
Perjalanannya kemudian membawanya ke kancah internasional, menempuh studi doktoral di bidang Filsafat Islam di Middle East Technical University (METU), Ankara, Turki, berkat beasiswa Departemen Agama dan Pemerintah Turki. Gelar Ph.D. diraihnya pada 1990, disusul post-doctoral di McGill University, Kanada, pada 1997–1998. Disertasi doktoralnya, The Idea of University of Ethical Norms in Ghazali and Kant, diterbitkan di Turki pada 1992.
Sejumlah karya penting lahir dari tangannya, antara lain Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (1995), Studi Agama: Normativitas atau Historisitas (1996), Dinamika Islam Kultural: Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer (2000), Antara al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam (2002) hingga Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius (2005). Masih banyak lagi karyanya yang menginspirasi dan menjadi rujukan akademis di Indonesia maupun dunia.
Sejak 1983, Prof. Amin menjadi dosen tetap Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengajar filsafat Islam, filsafat agama, dan filsafat ilmu. Namanya juga tercatat sebagai pengajar lintas kampus, dari Universitas Gadjah Mada (UGM), IAIN Sunan Ampel, hingga Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan mata kuliah seperti metode studi Islam, filsafat kalam, hingga resolusi konflik berbasis agama.
Karier birokrasi kampusnya terentang dari Asisten Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga (1993–1996), Wakil Rektor Bidang Akademik (1998–2001), hingga menjabat Rektor UIN Sunan Kalijaga selama dua periode (2002–2010). Pada Januari 1999, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu cendekiawan terkemuka di Indonesia.
Di Muhammadiyah, kiprahnya sama berwarnanya. Ia memimpin Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (1995–2000) sebelum terpilih sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2000–2005). Pada periode ini, Prof. Amin mendorong tajdid (pembaruan) pemikiran Islam yang berani berdialog dengan perubahan sosial, budaya, dan teknologi. Baginya, pembaruan pemikiran adalah keharusan agar umat Islam tidak terjebak dalam pusaran perubahan yang ditimbulkan oleh disrupsi zaman, namun tetap berpijak pada nilai-nilai dasar agama.
Jejaknya juga menembus panggung global. Ia kerap diundang sebagai pembicara di forum internasional, seperti Islam and 21st Century di Universitas Leiden (1996), Islam and Civil Society di Tokyo (1999), hingga International Anti-Corruption Conference di Seoul (2003). Dalam forum-forum itu, Prof. Amin membawa pesan Islam yang mencerahkan, inklusif, dan membangun peradaban. Topik yang ia bawakan bervariasi, mulai dari hermeneutika Al-Qur’an, isu gender, hingga hubungan agama dan masyarakat sipil.
Penghargaan atas kiprah panjangnya dirayakan pada ulang tahunnya yang ke-70 pada 28 Juli 2023. Muhammadiyah menghadirkan buku Filsuf Membumi dan Mencerahkan: Menyemai dan Menuai Legacy Pemikiran Amin Abdullah (2023), yang menghimpun tulisan dari 55 penulis dalam dan luar negeri. Buku ini merekam gagasan, kiprah, dan pengaruhnya, sekaligus menjadi testimoni atas peran pentingnya dalam gerakan pemikiran keagamaan di Indonesia.
Dengan jejak intelektual yang mengakar dari pesantren hingga panggung akademik internasional, Prof. Amin Abdullah menjadi teladan bagaimana seorang cendekiawan Muslim mampu memadukan tradisi, modernitas, dan keterbukaan global. Pemikirannya menjadi jangkar bagi umat di tengah perubahan zaman. Ia adalah sosok yang senantiasa membumikan filsafat agar tidak berhenti di langit gagasan, tetapi mencerahkan kehidupan nyata.