DALAM konteks politik elektoral, berlaku sistem suara terbanyak. Artinya, yang memiliki suara terbanyaklah yang akan menang. Maka, kader, warga, dan simpatisan Muhammadiyah diharapkan untuk tidak menjadi seperti buih di lautan yang tampak banyak dan berkerumun, tapi sesungguhnya tidak berarti apapun.
Hal itu disampaikan oleh Anggota DPR RI Ahmad Rizki Sadig dalam Regional Meeting VIII Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim di Kampung Coklat, Kabupaten Blitar, Sabtu (14/10/2023) yang melibatkan LHKP PDM Kabupaten dan Kota Blitar, Kabupaten dan Kota Kediri, serta Kabupaten Tulungagung.
Menurut dia, dalam konteks politik elektoral Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, jika warga Muhammadiyah tidak terkonsolidasikan dengan baik, maka segala potensi, kekuatan, kuantitas jamaah, termasuk aset-aset besar Muhammadiyah seolah menjadi tidak bermakna.
“Jangan kita ini menjadi buih yang tampak banyak, tampak penuh di pinggir lautan, tapi ketika berada di medan peperangan, medan kompetisi Pemilu 2024, yang menjadi medan lautan, maka buih itu menjadi tidak tampak,” katanya.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) itu menyebut, kekuatan dan kebesaran Muhammadiyah dalam sistem pengelolaan organisasi, termasuk Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) akan menjadi tidak bermakna jika warga Persyarikatan tidak mampu untuk berserikat dalam upaya untuk memenangkan kader-kadernya yang akan membawa misi Muhammadiyah di kancah politik.
“Kekuatan Muhammadiyah yang sangat luar biasa, dari sistem pengelolaan organisasi dan amal usaha yang luar biasa, kampusnya, rumah sakitnya, panti asuhan, sekolah-sekolahnya, sampai pada semua wali murid-wali murid itu menjadi tidak bermakna karena tidak terkonsolidasi dengan baik,” terangnya.
Lalu, lanjut Rizki, kemudian tidak disalurkan dengan baik. “Kepada calon-calon, kepada kader-kader, yang memang bisa dan berkomitmen penuh untuk membawa misi dan mewakili Muhammadiyah,” jelasnya.
Rizki berharap, dalam rangka untuk menyukseskan misi dakwah Muhammadiyah dalam bidang politik dan kebijakan publik, maka tentu suara dari warga Persyarikatan harus bisa dikonsolidasikan dan dikapitalisasi dengan baik, sehingga memastikan bahwa Muhammadiyah memiliki sosok representatif yang mampu mengawal misi Persyarikatan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan itu.
“Jangan kok kemudian suara warga Muhammadiyah itu diecer. Kalau sampai diecer, suara warga Muhammadiyah itu dibagi ke si calon A, calon B, calon C, dan seterusnya, maka niscaya nanti gak akan ada yang jadi, gak akan ada kader Muhammadiyah yang bisa mewakili kepentingan dan misi Muhammadiyah di parlemen,” tandas pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PAN Jawa Timur itu.
Dia meminta, siapapun kader Muhammadiyah yang bertarung dalam kontestasi Pemilu 2024 dan dari partai mana pun, harus dipertimbangkan dan diukur dengan sungguh kemungkinan atau potensinya untuk bisa menang, sehingga nantinya warga Muhammadiyah bisa mengkapitalisasi suaranya untuk memenangkan.
“(Kader) siapapun, dari partai mana pun silakan! Tapi harus dihitung betul, diukur potensi menangnya, agar tidak sia-sia. Kalau sudah begitu, maka warga dan simpatisan Muhammadiyah harus mendukung dia yang memiliki potensi menangnya besar itu. Jangan diecer, bisa dipastikan akan kalah, tidak akan jadi kalau sampai diecer begitu,” jelas Rizki. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto