MAKLUMAT – Turunnya dana transfer ke daerah (TKD) tahun 2026 mendorong pemerintah provinsi, kota dan kabupaten memutar otak. Berdasar pidato Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat membacakan nota keuangan RAPBN 2026 pada 15 Agustus lalu menyebutkan TKD tahun 2026 susut Rp650 triliun, dari Rp864,1 triliun tahun ini.
Besaran TKD tahun 2026 menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir. Pada 2021, realisasi anggaran TKD mencapai Rp785,7 triliun, termasuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, hingga dana desa.
Penurunan ini membuat pemerintah daerah tidak leluasa dalam mengelola fiskal. Ketidakleluasaan ini berpotensi menghambat laju pembangunan pemerintah provinsi, kota, maupun kabupaten.
“Dampaknya yang pasti daerah tidak bisa melaksanakan pembangunan sesuai dengan karakteristik wilayahnya,” ungkap Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Deni Aditya Susanto.
Mengutip laman resminya, dana alokasi umum menjadi salah satu komponen TKD yang dipangkas pemerintah tahun ini. Padahal, dana alokasi umum menjadi salah satu komponen fiskal untuk memotori pembangunan daerah.
Dana alokasi umum juga kerap digunakan pemerintah daerah untuk merealisasikan janji politiknya. Berbeda dengan komponen dana alokasi khusus yang sudah memiliki alokasi terikat. “DAU itu sifatnya lebih fleksibel,” tegasnya.
Solusi Instan Genjot PAD
Deni mengamini tidak semua daerah memiliki kemandirian fiskal dalam anggaran pendapatan dan belanja daerahnya. Lebih dari 80 persen daerah masih bergantung pada TKD dari pemerintah pusat. Sebab, pendapatan asli daerah atau PAD sejumlah daerah di Indonesia tidak cukup untuk menggerakkan pembangunan di wilayahnya.
“Ada daerah yang ketergantungannya pada pemerintah pusat mencapai 95 persen. PAD-nya hanya 5 persen,” kata dia.
Hal ini membuat sebagian daerah kelimpungan mencari tambahan pendapatan. Misalnya, Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang beberapa waktu lalu hendak menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250 persen untuk mendongkrak PAD.
Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kota Pekanbaru yang hendak menaikkan PBB hingga 300 persen. Wacana tersebut juga mengundang protes masyarakat yang merebak di media sosial.
Fenomena ini, kata Deni, menjadi salah satu contoh dampak pemangkasan TKD pada daerah yang belum mandiri secara fiskal. Keputusan menaikkan PBB menjadi cara instan untuk menggenjot PAD, ketimbang mencari pemasukan dari sumber lain, seperti pajak restoran, retribusi, ataupun pajak kendaraan.
“Kalau pajak tidak bisa didongkrak, misalnya restoran dan hotel kunjungannya tidak meningkat, retribusi stagnan, otomatis yang bisa didorong dengan cepat PBB,” beber Deni.
Kebijakan menaikkan PBB dinilai tergesa-gesa dan cenderung memukul sama rata pemilik lahan dan properti. Deni melihat Pemkab Pati enggan melakukan kurasi mendalam untuk menentukan bangunan atau lahan yang layak mengalami kenaikan PBB.
Deni mendorong Pemkab Pati maupun pemerintah daerah lainnya melakukan kurasi objek pajak. Tujuannya agar kenaikan PBB tepat sasaran dan tidak membebani masyarakat kurang mampu.
Kurasi dapat menganalisis nilai jual objek pajak atau NJOP. “Misal rata-rata NJOP-nya masih Rp200-300 ribu, tidak perlu menaikkan PBB. Berbeda kalau NJOP sudah Rp2-3 juta, perlu ada kenaikkan,” jelasnya.
Cari Sumber Pendapatan Lain
Pemerintah daerah perlu harus memutar otak untuk mencari sumber pendapatan lain, dengan memaksimalkan potensi daerah. Deni berkata menaikkan PAD tidak harus dengan menaikkan tarif pajak dan retribusi. “Banyak alternatifnya,” tegasnya.
Kiat pertama yang dapat dilakukan pemda adalah memperluas objek pajak, dengan melakukan kurasi kenaikan NJOP sebagai langkah awal.
Dari kurasi itu, kata Deni, pemda dapat menggenjot pemasukan lain. Misalnya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atau BPHTB pada skema jual-beli rumah maupun tanah. Deni menyebut BPHTB cocok diterapkan pada skema kredit.
“Pajak dan BPHTB itu bisa naik, tapi tidak terasa oleh masyarakat karena pembayarannya bisa mengangsur,” Deni menambahkan.
Pemerintah daerah juga harus berani menarik pajak dari pemanfaatan sumber daya alam di daerah setempat. Misalnya aktivitas penambangan yang mampu mendongkrak pendapatan daerah. Keberanian ini sekaligus membabat penambang ilegal yang selama ini merugikan daerah di Indonesia.
Comments