MAKLUMAT — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai negara semakin abai terhadap rakyat dan lingkungan. Dalam siaran persnya pada Jumat (13/9/2025), mereka menyebut bahwa di tengah meluasnya praktik perampasan ruang hidup, kekerasan terhadap warga, dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, negara justru memperkuat aliansinya dengan korporasi.
Hal itu dilakukan negara melalui pemberian konsesi, pelibatan aparat keamanan, dan pembiaran terhadap pelanggaran hak asasi manusia. WALHI memandang bahwa perubahan mendasar harus segera dilakukan untuk menghentikan siklus ketidakadilan dan kerusakan ekologis yang semakin sistemik. Mereka menyatakan empat tuntutan kepada Pemerintah.
“Pertama, Pemerintah harus segera menghentikan pemberian konsesi baru kepada industri ekstraktif, baik di sektor pertambangan, perkebunan, maupun proyek-proyek energi dan infrastruktur yang merampas ruang hidup masyarakat,” tulis WALHI.
Menurut mereka, konsesi-konsesi ini tidak hanya memperluas kerusakan ekologis, tetapi juga memperdalam konflik agraria, mempersempit ruang partisipasi publik, dan memperkuat dominasi korporasi atas wilayah adat dan sumber daya alam. Penghentian konsesi harus menjadi langkah awal menuju transisi ke model pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berbasis hak rakyat.
Kedua, WALHI mendesak agar Pemerintah dan DPR mengevaluasi dan menghentikan pelibatan TNI untuk melakukan pengamanan perkebunan, pertambangan dan industri ekstraktif lainnya serta pelibatan TNI dalam pelaksanaan program Pemerintah seperti Penertiban Kawasan Hutan, Pelaksanaan Food Estate, dll.
WALHI mengingatkan bahwa TNI harus kembali ke tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara yang adaptif terhadap ancaman dan tantangan pertahanan regional dan internasional yang semakin dinamis dan kompleks.
“Ketiga, Pemerintah dan DPR harus segera melakukan Reformasi Kepolisian baik secara struktural, kultural dan instrumental, karena Kepolisian kerap terlibat dalam kekerasan dan kriminalisasi pejuang lingkungan dan pembela HAM, termasuk mengevaluasi dan menghentikan tugas-tugas pengamanan polisi di perusahaan-perusahaan perkebunan, pertambangan dan industri lainnya.”
Keempat, WALHI juga mendesak Pemerintah dan DPR harus memastikan penguatan perlindungan pejuang lingkungan dan Pembela HAM melalui Pembentukan UU Partisipasi Publik dan/atau Anti Slapp, paralel dengan itu juga harus ada penguatan mekanisme pengawasan yang ketat dan berjenjang dalam R-KUHAP khususnya terhadap kewenangan upaya paksa yang kerap digunakan untuk meng-kriminalisasi pejuang lingkungan dan pembela ham.
“Kami juga menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, komunitas terdampak, gerakan mahasiswa, serikat buruh, dan organisasi rakyat untuk terus mengawal tuntutan ini. Ketika negara gagal menjalankan mandat konstitusionalnya, maka kekuatan rakyatlah yang harus menjadi penentu arah perubahan,” tandas WALHI.