Tambang Nikel PT GAG di Raja Ampat Beroperasi Lagi: Pemerintah Klaim Aman, Aktivis Kritik Keras

Tambang Nikel PT GAG di Raja Ampat Beroperasi Lagi: Pemerintah Klaim Aman, Aktivis Kritik Keras

MAKLUMAT — Aktivitas operasional tambang PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang sempat dihentikan sementara sejak 5 Juni 2025 lalu akibat protes dan polemik kerusakan lingkungan, kini kembali ‘direstui’ oleh pemerintah.

Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno, mengungkapkan bahwa izin telah diberikan, usai evaluasi lintas lembaga bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Ia menyebut, aktivitas pertambangan PT GAG dinyatakan telah memenuhi syarat PROPER Hijau, sehingga aktivitasnya dinilai aman bagi lingkungan hidup maupun masyarakat sekitar.

“Hasilnya, PT GAG telah memenuhi syarat PROPER untuk beroperasi. Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan plus dia untuk pemberdayaan masyarakatnya ada,” ungkap Tri di Jakarta, dikutip dari CNN Indonesia, Ahad (14/9/2025).

Pengawasan dan Mitigasi Dampak Lingkungan

Senada, Menteri Lingkungan Hidup, Faisol Hanif Nurofiq, mengklaim bahwa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang nikel di Pulau Gag dapat dimitigasi dengan baik.

Meski begitu, Hanif mengungkapkan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar pihaknya lebih serius dalam melakukan  penataan di kawasan Raja Ampat, termasuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap aktivitas pertambangan PT GAG.

“Sehingga kepadanya dilakukan audit lingkungan untuk meyakinkan kita semua bahwa dampak yang ditimbulkan oleh PT GAG Nikel bisa dimitigasi dengan baik,” katanya saat di Denpasar, Bali.

Baca Juga  Anggota DPR RI: Rakyat Dambakan Tambang Dapat Sentuhan Muhammadiyah

PT GAG Nikel merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) selaku pemegang Kontrak Karya. Perusahaan ini mengelola wilayah tambang seluas 13.136 hektare dengan izin operasi produksi yang telah diterbitkan Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047.

Sebelumnya, izin pengelolaan sempat dipegang perusahaan asing berbentuk Kontrak Karya.

Aktivis Lingkungan: Keserakahan Pemerintah dan Korporasi

Di sisi lain, keputusan pemerintah tersebut mendapatkan kritik tajam para aktivis lingkungan, salah satunya dari Greenpeace Indonesia, yang menilai izin operasi kembali sebagai bentuk pengabaian terhadap ekosistem laut Raja Ampat, rumah bagi 75 persen spesies terumbu karang dunia.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menilai kebijakan ini melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

“Memberikan izin tambang untuk beroperasi lagi di wilayah ini menunjukkan keserakahan pemerintah dan korporasi, yang menempatkan pelindungan lingkungan dan hak asasi manusia di bawah keuntungan ekstraktif jangka pendek,” tegasnya.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *