Gaya Koboy Menkeu Purbaya Jadi Sorotan, Pakar Ingatkan Pentingnya Sensitivitas Sosial

Gaya Koboy Menkeu Purbaya Jadi Sorotan, Pakar Ingatkan Pentingnya Sensitivitas Sosial

MAKLUMAT – Gaya komunikasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa langsung jadi sorotan publik sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto. Ceplas-ceplos dan lugas, bahkan sampai disebut “koboy” oleh Menkeu terdahulu Sri Mulyani, membuat gaya Purbaya dinilai segar sekaligus kontroversial.

Banyak anak muda menyukai gaya bicara Purbaya karena mampu menerjemahkan program pemerintah dengan bahasa sederhana. Namun, tidak sedikit juga yang menilai sikap blak-blakan itu rawan menimbulkan polemik di tengah kondisi sosial yang sensitif.

Pakar kajian budaya dan media Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Radius Setiyawan, menilai gaya komunikasi Purbaya berciri dynamic style: cepat, lugas, dan langsung ke inti masalah. “Itu kelebihan sekaligus tantangan. Yang penting ada sensitivitas sosial dalam setiap pernyataan publik,” ujar Radius seperti dikutip dari laman UM Surabaya, Jumat (19/9/2025).

Radius, yang juga Wakil Rektor bidang Riset, Kerja Sama, dan Digitalisasi UM Surabaya, mengingatkan kembali kontroversi awal Purbaya ketika menyebut hanya mewakili sebagian kecil masyarakat di tengah demonstrasi. “Pernyataan itu dianggap tidak memahami kondisi sosiologis. Tapi makin ke sini, Purbaya terlihat belajar. Ia bisa menjawab isu makroekonomi, perbankan, dan moneter dengan bahasa yang lebih sederhana,” katanya.

Ia mencontohkan, gaya komunikasi pemimpin politik di Indonesia memang beragam. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikenal dengan systematic style, runtut dan hati-hati. Presiden Joko Widodo lebih egaliter dengan bahasa sederhana. Sementara Presiden Prabowo dan Purbaya cenderung dinamis, lugas, dan langsung.

Baca Juga  Hasil Rekapitulasi Tingkat Kabupaten Pasca PSU Pilkada Magetan: Paslon NIAT Masih Unggul Tipis

“Setiap gaya ada plus-minusnya. Tapi komunikasi politik bukan sekadar retorika. Ia harus paham denyut masyarakat. Kalau publik sedang kecewa, jangan sampai keluar kata-kata diskriminatif atau membuat mereka merasa tak dianggap,” tegas Radius.

Ia menekankan, komunikasi publik kini sama pentingnya dengan kinerja teknis. “Masyarakat butuh komunikasi sederhana tapi substansial. Jangan sampai kebijakan bagus gagal diterima hanya karena cara menyampaikannya keliru. Menteri harus paham audiensnya dan memilih bahasa yang tepat,” ujarnya.

Radius menutup dengan pesan bahwa komunikasi dan kebijakan harus berjalan seiring. “Kalau keduanya selaras, kepercayaan publik akan tumbuh. Itu yang paling dibutuhkan Indonesia saat ini,” pungkasnya.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *