MAKLUMAT — Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Prof Achmad Jainuri MA PhD, menyampaikan pesan kepada para mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), sekaligus memotivasi mereka untuk terus menumbuhkan semangat dan meraih prestasi di berbagai bidang.
Hal itu ia sampaikan dalam Forum Ta’aruf Mahasiswa (Fortama) Umsida Tahun Akademik 2025/2026, pada Ahad (21/9/2025).
Dalam pesannya, ia menekankan bahwa kesungguhan menjadi kunci utama dalam meraih ilmu pengetahuan. “Jadi kesungguhan dalam belajar menjadi acuan utama kalian agar berhasil,” katanya.
Ia mengutip pepatah lama yang populer dan cukup sering dinukil, Man Jadda Wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh mengupayakan suatu usaha, maka keinginan itu akan tercapai.
Jainuri meyakini prinsip tersebut masih bisa diterapkan dan sangat relevan di kalangan generasi z. Menurutnya, mereka harus menanamkan keyakinan dan keinginan untuk selalu berhasil dalam melakukan pekerjaan.
Virus “N-Ach” McClelland
Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan tentang Virus McClelland “Need for Achievement” (N-Ach), yang mengungkap bahwa kebutuhan akan selalu berhasil di dalam cita-cita untuk melakukan pekerjaan.
Metafora yang digunakan David McClelland itu, kata Jainuri, menggambarkan kebutuhan berprestasi (N-Ach), sebuah motivasi yang dipelajari yang ditandai dengan keinginan untuk berprestasi dan unggul dalam situasi kompetitif.
Masyarakat barat dianggap lebih maju dan berhasil, menurutnya dikarenakan sistematika tujuan dan program selalu berhimpitan, itulah yang disebut dengan virus need for achievement.
Ia menyebut bahwa setiap proses belajar, akan selalu ada godaan. “Walau pepatah ini lama, tapi mahasiswa harus menerapkannya, yaitu Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian,” kelakar pria yang juga menjabat Wakil Ketua BPH Umsida itu.
Di negara barat, katanya, mahasiswa memang cukup jauh berbeda dengan di Indonesia.
Lantas ia menceritakan sebuah sekolah di Yogyakarta yang membebaskan para siswanya untuk memakai pakaian layaknya gaya pendidikan orang barat, namun dengan syarat mereka harus memiliki prestasi dan cerdas.
“Walaupun pandai para siswa tersebut tidak mau menerapkan kebijakan tersebut. Mereka tetap memakai pakaian sopan dan rapi saat ke sekolah,” terangnya.
Mahasiswa Kader Persyarikatan, Umat, Bangsa
Di samping belajar, menurut Jainuri, ada banyak kegiatan penting yang akan ditemui para mahasiswa ketika terjun ke masyarakat, misalnya saat berorganisasi, bermusyawarah atau merumuskan sesuatu.
“Jadi mahasiswa tak boleh hanya memiliki kemampuan akademik atau life skill saja, tetapi juga memiliki keinginan sebagai kader bangsa Berupa kepandaian dan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah untuk membangun bangsa,” ujarnya.
Menurutnya, kualifikasi pendidikan menjadi sangat penting untuk membentuk sumber daya masyarakat yang lebih baik. Ia juga menyinggung persoalan yang tengah hangat diperbincangkan oleh publik terkait kualifikasi pendidikan para pemimpin bangsa saat ini.
Lebih lanjut, Jainuri menegaskan bahwa mahasiswa adalah kader Persyarikatan, umat, dan bangsa, yang akan melanjutkan estafet dakwah Islam dan perjuangan bangsa di masa depan.
Ia menandaskan bahwa sebagai kader bangsa, mahasiswa harus memiliki kualifikasi pendidikan yang bagus. “Setelah kalian lulus, maka kalianlah yang menggantikan posisi mereka nanti,” tandasnya.
Ia menghubungkan kondisi ini dengan pepatah Arab, “Syubbanul yaum rijalul ghodi” yang berarti pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.
Mahasiswa juga harus menjadi kader umat, yaitu kader yang berjuang demi kemaslahatan bersama didasarkan pada nilai-nilai agama yang dianut.
Dalam konteks Islam, sudah barang tentu nilai-nilai Islam menjadi dasar pertama para mahasiswa Umsida untuk dijadikan sebagai landasan mengelola umat.
Mahasiswa, imbuhnya, juga sebagai kader persyarikatan yang mutlak bagi seluruh alumni kampus Muhammadiyah
Ia meminta agar misi persyarikatan yang sangat bagus, apalagi dalam konteks kemanusiaan “filantropik”, yang senang membantu, bukan meminta. “Al yadul ulya khairun minal yadis sufla. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah,” tegasnya.
Lalu, lanjutnya, mahasiswa juga berperan sebagai kader universitas. yang berpesan Apabila ada informasi baik dari umsida, maka hendaknya disebarluaskan.
Namun jika informasi itu tidak baik, ia berpesan agar yang bersangkutan menyampaikan kepada pimpinan Universitas agar menjadi evaluasi bersama.
“Kita harus renungkan bersama bahwa pendidikan menjadi landasan yang sangat kokoh dalam rangka mengatur negara maupun pemerintahan. Jika masyarakat tidak terdidik, maka penguasa juga seperti itu,” tandas Jainuri.
Ia meminta dan mengajak agar para mahasiswa belajar dengan sungguh-sungguh dan mencetak prestasi yang bisa dimanfaatkan untuk menata kehidupan, baik di lingkungan sekitar maupun lingkungan luas.