Komnas Perempuan Soroti Dampak PSN terhadap Perempuan Adat di Flores

Komnas Perempuan Soroti Dampak PSN terhadap Perempuan Adat di Flores

MAKLUMAT — Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melakukan kunjungan ke Nusa Tenggara Timur pada 15–19 September 2025. Kunjungan ini ditujukan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat sekaligus melakukan penguatan terhadap perempuan adat di Pulau Flores.

Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan bahwa pihaknya merekam pengalaman langsung perempuan adat terkait dampak pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN). Menurutnya, dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2025–2029) sebenarnya sudah menegaskan perlunya prosedur yang transparan, akuntabel, serta berlandaskan nilai Pancasila dalam setiap proyek PSN.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal berbeda. Komnas Perempuan mencatat adanya minimnya ruang informasi, dialog, dan partisipasi bermakna bagi perempuan adat dalam sejumlah proyek di Flores, termasuk pemanfaatan energi panas bumi, pembangunan waduk, konsesi kawasan Taman Nasional, dan pembukaan lahan hutan.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, menyebut bahwa dampak pemiskinan menjadi salah satu persoalan utama.

“Dampak pemiskinan akibat terganggunya sumber penghidupan dari alam berupa hutan, mata air, sawah, ladang, dan kekayaan flora serta pangan yang menjadi sumber utama kehidupan mereka, pemindahan lahan, relokasi tanpa kepastian ganti rugi menimbulkan ketidakpastian tata kehidupan dalam waktu yang panjang,” ujarnya, dilansir dari laman resmi Komnas Perempuan.

“Pencerabutan tanah leluhur sebagai ruang spiritual, termasuk menguatnya ketegangan dan konflik sosial antar masyarakat telah menghancurkan tatanan kehidupan perempuan adat secara ekonomi, sosial, dan budaya,” imbuhnya.

Baca Juga  Kemenag Bakal Umumkan Daftar Jemaah Haji Khusus Secara Terbuka, Wujud Transparansi

Komisioner Komnas Perempuan, Chaterina Pancer Istiyani, menambahkan bahwa kerentanan perempuan adat juga terlihat dari risiko pemidanaan ketika menyampaikan pendapat. Ia menilai tindakan represif aparat berupa ancaman, kekerasan fisik, maupun psikis masih terjadi di lapangan.

Komnas Perempuan mendorong pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten di NTT mengambil langkah perbaikan strategis. Salah satunya dengan merekatkan kembali kehidupan sosial masyarakat yang bergantung pada nilai-nilai adat serta memperbaiki keretakan sosial akibat proyek pembangunan.

Komisioner Daden Sukendar menegaskan pentingnya langkah itu. “Selain itu, Pemerintah juga diharapkan mampu merekatkan kembali kehidupan sosial, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya bersandar pada nilai-nilai luhur yang melindungi segenap kekayaan alam, dan sumber penghidupan warga, serta memperbaiki keretakan dan ketegangan sosial di masyarakat,” imbuhnya.

Komnas Perempuan juga meminta agar Tim Penanganan Isu Teknis dan Sosial proyek panas bumi di Flores tidak bekerja secara formalistis. Tim ini diharapkan membuka ruang dialog bagi semua pihak, termasuk perempuan adat dan tokoh agama, terutama mereka yang memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah.

“Langkah tersebut penting sebagai bentuk kepedulian aparat negara dalam merespons dampak pemiskinan, pencerabutan sumber penghidupan warganya, serta mengurangi ketegangan hubungan sosial masyarakat dan konflik komunal,” tegas Maria Ulfah Anshor.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *