Walk-Out di Sidang PBB, Simbol Perlawanan Global terhadap Israel

Walk-Out di Sidang PBB, Simbol Perlawanan Global terhadap Israel

MAKLUMAT — Gelombang protes dan walk-out yang terjadi saat Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan peristiwa yang sarat makna politik sekaligus moral.

Aksi tersebut bukan sekadar meninggalkan ruangan, tetapi sebuah pesan keras dari komunitas internasional bahwa kebijakan Israel, khususnya terkait agresi di Gaza, yang tidak dapat diterima begitu saja. Fenomena ini menunjukkan betapa diplomasi global kini tak lagi bisa mengabaikan suara nurani dan tuntutan kemanusiaan.

Nurkhan.
Nurkhan.

Walk-out adalah bentuk diplomasi simbolik. Saat delegasi negara memilih berdiri dan meninggalkan ruangan, itu menandakan mereka tidak bersedia memberi ruang legitimasi terhadap narasi yang dibangun Israel.

Pidato yang biasanya menjadi panggung untuk mengukuhkan posisi politik justru berubah menjadi panggung penolakan massal. Pesan yang hendak disampaikan jelas: dunia tidak tinggal diam terhadap tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Palestina.

Di mata publik global, aksi itu memperlihatkan solidaritas dan kepekaan moral. Negara-negara yang melakukan protes secara tidak langsung menegaskan bahwa nilai kemanusiaan harus lebih tinggi daripada retorika politik. Protes ini juga menjadi pengingat bahwa PBB bukan hanya ruang diplomasi formal, melainkan forum moral dunia di mana suara rakyat tertindas perlu diperjuangkan.

Namun, perlu diakui, aksi walk-out tetaplah sebuah simbol. Ia lebih berfungsi sebagai headline media dan alat membentuk opini publik internasional daripada instrumen perubahan kebijakan nyata. Israel masih bisa menyampaikan pidatonya, dan kebijakan di lapangan bisa berjalan tanpa terpengaruh langsung oleh aksi simbolik tersebut.

Baca Juga  Prabowo Siapkan Evakuasi Warga Palestina ke Indonesia untuk Dukung Kemerdekaan Palestina

Di sinilah letak keterbatasannya. Tanpa diikuti langkah nyata berupa resolusi tegas, sanksi ekonomi, atau langkah hukum internasional, protes semacam itu bisa dianggap sekadar ritual tahunan yang berulang tanpa hasil. Israel selama ini terbiasa menghadapi kritik keras, tetapi jarang menghadapi tindakan konkret yang mampu menekan kebijakannya. Artinya, aksi walk-out akan kehilangan daya gigit jika hanya berhenti sebagai tontonan politik.

Aksi walk-out juga bukan tanpa risiko. Israel bisa memanfaatkan momen itu untuk memperkuat narasi bahwa dirinya selalu menjadi korban kebencian internasional. Retorika “dikepung oleh musuh” atau tuduhan antisemitisme bisa dengan mudah dimainkan untuk menggalang simpati dari sekutu dekatnya, terutama Amerika Serikat. Jika narasi itu berhasil, maka aksi walk-out justru memberi keuntungan politik bagi Israel, bukan tekanan.

Selain itu, ada potensi tuduhan bahwa negara-negara yang keluar dari ruangan tidak menghormati forum diplomasi. Diplomasi pada dasarnya dibangun atas dasar dialog, dan walk-out bisa dibaca sebagai sikap menutup telinga. Risiko ini membuat sebagian negara lebih memilih bertahan di ruangan, meski menolak secara diam-diam isi pidato Israel.

Meski terbatas, protes berulang seperti ini tetap memiliki dampak jangka panjang. Jika dilakukan konsisten oleh banyak negara, aksi walk-out bisa mengikis legitimasi moral Israel di mata publik dunia. Dalam politik internasional, reputasi sangat penting. Negara yang terus-menerus dipandang melanggar hak asasi manusia akan menghadapi isolasi diplomatik, berkurangnya dukungan politik, bahkan hambatan ekonomi.

Baca Juga  Generasi Z: Penopang Masa Depan Peradaban dan Kemajuan Indonesia

Selain itu, aksi protes di forum setingkat PBB memberi energi baru bagi gerakan solidaritas global terhadap Palestina. Masyarakat sipil, organisasi HAM, dan gerakan pro-Palestina di berbagai negara dapat menjadikan walk-out ini sebagai bukti bahwa pemerintah mereka tidak tinggal diam. Dengan demikian, protes simbolis bisa memicu langkah nyata di tingkat nasional, seperti pembatasan kerja sama militer atau dorongan untuk mendukung Palestina di forum internasional.

PBB sebagai lembaga internasional sejatinya memikul tanggung jawab besar untuk memastikan konflik Israel-Palestina tidak hanya menjadi rutinitas pidato tahunan. Gelombang walk-out harus dibaca sebagai peringatan bahwa legitimasi PBB dipertaruhkan. Jika organisasi ini tidak mampu mengambil langkah tegas setelah begitu banyak sinyal penolakan dari anggotanya, maka kredibilitasnya bisa semakin merosot.

Dunia tidak butuh sekadar simbol, tetapi aksi nyata. PBB harus berani menindaklanjuti dengan resolusi yang mengikat, memperkuat mekanisme perlindungan kemanusiaan, dan membuka jalan bagi penyelesaian konflik yang adil. Tanpa itu semua, aksi walk-out hanya akan dikenang sebagai drama diplomatik, bukan awal perubahan.

Aksi walk-out terhadap pidato presiden Israel di Sidang PBB adalah tanda bahwa dunia semakin tidak sabar menghadapi konflik berkepanjangan di Palestina. Ia adalah simbol kuat bahwa legitimasi moral Israel semakin dipertanyakan. Namun, simbol hanyalah langkah awal. Tantangan sebenarnya adalah mengubah simbol itu menjadi tindakan nyata: tekanan diplomatik, sanksi internasional, dan dukungan konsisten terhadap hak bangsa Palestina.

Baca Juga  Prabowo Bekali 40 Nakes TNI untuk Misi Kemanusiaan di Gaza

Menurut penulis, protes semacam ini layak diapresiasi karena memberi harapan baru bagi suara keadilan di panggung internasional. Tetapi dunia harus belajar: solidaritas sejati tidak berhenti pada keluar dari ruangan, melainkan berani melangkah keluar dari zona nyaman politik dan benar-benar berdiri di sisi kemanusiaan.

*) Penulis: Nurkhan
Kepala MI Muhammadiyah 2 Campurejo Panceng Gresik Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *