Transfer Anjlok 17 Persen, Muhammadiyah Desak Gubernur Luthfi Rombak Total Belanja Daerah

Transfer Anjlok 17 Persen, Muhammadiyah Desak Gubernur Luthfi Rombak Total Belanja Daerah

MAKLUMAT – Anjloknya Dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk Jawa Tengah sebesar 17 persen pada 2026 memicu reaksi keras. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah mendesak Gubernur Ahmad Luthfi untuk merombak total struktur Belanja Daerah sebagai respons atas penurunan drastis dana dari pemerintah pusat.

Desakan ini disuarakan oleh Sekretaris LHKP PWM Jawa Tengah, Wahidin Hasan. Menurutnya, sikap optimistis gubernur bahwa fiskal daerah akan tetap aman tidak cukup. Kondisi ini menuntut langkah konkret dan fundamental dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Penurunan dana dari pusat ini bukan lagi sekadar tantangan, tetapi sebuah sinyal kuat bahwa daerah harus mengubah cara membelanjakan uang rakyat. Kami mendesak adanya perombakan total, terutama untuk program yang tidak produktif,” ujar Wahidin dalam keterangan tertulis, Kamis (9/10/2025).

Perombakan total yang dimaksud adalah mengakhiri sepenuhnya era program yang bersifat seremonial. Ketika dana transfer—baik untuk provinsi maupun 35 kabupaten/kota—berkurang, maka tidak ada lagi ruang untuk belanja yang tidak berdampak langsung pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Ahmad Luthfi sebelumnya menjelaskan bahwa prioritas 2026 adalah swasembada pangan, menyusul fokus infrastruktur pada 2025. Wahidin menilai kesinambungan kebijakan itu baik, namun pelaksanaannya kini menuntut disiplin fiskal yang jauh lebih ketat.

“Ini adalah ujian sesungguhnya bagi otonomi daerah. Pemerintah provinsi harus membuktikan mampu mengisi celah fiskal dengan kreativitas, bukan sekadar menunggu kiriman dana,” tegasnya.

Baca Juga  Perang Bintang di Pilgub Jateng 2024; Elektabilitas Jenderal Andika Perkasa Masih Jeblok

LHKP mendorong Pemprov Jateng untuk menjadikan momen ini sebagai titik balik untuk memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pola “menunggu transfer” harus diubah menjadi “aktif menghasilkan pendapatan” melalui instrumen seperti pajak digital, optimalisasi aset produktif, dan kerja sama strategis dengan swasta.

Wahidin mengakui bahwa Ahmad Luthfi dalam beberapa kesempatan tampak memahami arah ini dengan menekankan pentingnya efisiensi.

“Namun, komitmen itu harus diwujudkan dalam bentuk perombakan anggaran yang nyata. Perencanaan harus transparan dan diawasi publik agar tidak terjebak dalam jargon efisiensi semu,” pungkasnya.

Kini, publik menanti apakah desakan untuk merombak total belanja daerah akan dijawab dengan kebijakan fiskal yang terukur, berani, dan berpihak pada rakyat di tengah tekanan anggaran nasional.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *