MAKLUMAT – Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menyambut gembira keputusan pemerintah yang melegalkan pelaksanaan umrah mandiri. Kebijakan tersebut memberikan keleluasaan bagi masyarakat dalam menunaikan ibadah di Tanah Suci.
“Kalau sebagai warga negara, saya menyebut gembira adanya aturan untuk pelegalan umrah mandiri. Karena harus diakui, itu lebih murah dan memberikan mungkin tambahan kenyamanan karena tidak harus diikat oleh rombongan besar dan sebagainya,” kata Hikmah Bafaqih, Senin (27/10/2025).
Menanggapi kekhawatiran sebagian pihak bahwa kebijakan ini bisa menjadi ancaman bagi pelaku travel umrah, politisi PKB tersebut menilai anggapan itu tidak tepat.
Ia menegaskan, pelegalan umrah mandiri seharusnya dipandang sebagai tantangan bagi penyelenggara travel agar mampu berinovasi dan meningkatkan pelayanan.
“Dibacanya jangan sebagai hambatan atau hal-hal yang akan menyurutkan bisnis pengelola travel. Tapi ini harus dibaca sebagai tantangan yang diberikan oleh negara untuk bagaimana travel agent itu bisa lebih kompetitif,” ujarnya.
Hikmah optimistis, jika travel memberikan layanan yang lebih baik dan harga yang terjangkau, masyarakat tetap akan memilih menggunakan jasa mereka.
“Nah kalau mereka memberikan layanan yang lebih nyaman dengan harga yang lebih terjangkau, pasti orang akan lebih memilih untuk tetap menggunakan travel,” tambahnya.
Aktivis perempuan dan anak ini juga mengingatkan agar pelaku travel umrah tidak terlalu risau dengan kebijakan tersebut.
Ia menilai, umrah mandiri tidak bisa dijalankan oleh semua orang karena tetap ada jamaah yang membutuhkan pendampingan. Lebih-lebih bagi warga yang pertama kali melakukan perjalanan umrah dan yang memiliki permasalahan kesehatan.
“Pasti tetap memerlukan bantuan dan dampingan dari travel,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hikmah mengingatkan masyarakat agar tidak gegabah dalam memilih berangkat umrah secara mandiri. Ia menekankan bahwa umroh mandiri membutuhkan kesiapan yang lebih matang, baik dari sisi fisik, mental, maupun pemahaman terhadap aturan yang berlaku.
Ia menegaskan umrah mandiri bukan sekadar acara melancong, harus diniatkan ibadah yang pasti memiliki aturan-aturan tertentu yang harus dipenuhi jamaah.
“Harus dipastikan mereka memang benar-benar memiliki kapasitas untuk pergi sendiri. Jangan kemudian karena nekat hanya karena kepingin lebih murah, lalu timbul masalah yang itu nanti malah membuat masalah kita secara bilateral dengan pemerintah Arab Saudi jadi terganggu ya,” tegasnya.
Lebih dari itu semua, yang perlu menjadi perhatian, potensi penyalahgunaan skema umrah mandiri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, termasuk kemungkinan meningkatnya jumlah pekerja migran ilegal yang menggunakan visa umrah sebagai modus.
“Ada banyak PMI, pekerja migran ilegal dari Indonesia ini modusnya pakai umrah loh,” ujarnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran pemerintah untuk menata ulang sistem kontrol dan pendataan jamaah umrah mandiri agar tidak disalahgunakan. Kementerian Haji harus jeli terhadap siapa saja yang melaksanakan umrah mandiri demi mengantisipasi meningginya PMI ilegal.
“Sekalipun mandiri, tetap Kementerian Haji itu punya catatan mereka yang berangkat mandiri itu siapa, siapa keluarga yang bertanggung jawab kalau mereka rentan dan akan tinggal berapa lama. Termasuk mungkin ya kalau negara tujuan pastiknya akan menanyakan berapa kemampuan rupiahnya, kan itu biasa ya ditanyakan dalam proses visa misalnya,” jelasnya.
“Nah, kalau tidak begitu, nanti banyak loh pekerja migran ilegal yang bisa muncul gara-gara umrah mandiri ini,” pungkas Hikmah.