MAKLUMAT — Sosok Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), H. Muhidin, mendadak mencuri panggung nasional. Dia tidak tinggal diam saat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa “menyentil” daerahnya. Menkeu menyebut ada dana pemda tersimpan di bank, Rp 4,7 triliun di antaranya milik Pemprov Kalsel.
Muhidin membalasnya dengan telak. Dia menyebut tudingan itu tidak ada kebenarannya. Dia bahkan melontarkan istilah pedas: “koboi salah tembak”.
“Apa yang dikatakan Pak Menteri Keuangan Purbaya Sadewa ini tidak ada kebenarannya,” tegas Muhidin dalam jumpa pers di Banjarbaru, Selasa (28/10). “Jadi jangan sampai koboi salah tembak Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan kalau sudah bangun jadi koboi juga,” gertaknya.
Muhidin juga mengkritik pedas sang menteri. Menurutnya, Purbaya terlalu terburu-buru melempar pernyataan ke publik. Akibatnya, pandangan masyarakat menjadi negatif.
“Janganlah menteri ini semena-mena, statement-nya terlalu cepat. Jangan terburu-buru mengambil statemen kepada masyarakat, akhirnya kita kacau nih,” sesalnya.
Profil Muhidin
Lantas, siapa sebenarnya H. Muhidin yang berani mengoreksi langsung seorang menteri keuangan?
Sebelum malang melintang di dunia politik, jejak karier Muhidin terbilang unik. Dia bukanlah birokrat karir. Pria kelahiran Binuang, 6 Mei 1958 ini, mengawali pengabdiannya dari dunia pendidikan.
Lulusan Sekolah Guru Olahraga (SGO) Banjarmasin tahun 1980 ini mendedikasikan hidupnya sebagai Guru Olahraga SD. Profesi itu ia tekuni selama 23 tahun, dari 1981 hingga 2004.
Baru pada 2004, suami dari Hj. Fathul Jannah ini memutuskan “banting setir” ke panggung politik. Ayah empat anak ini memulai karirnya sebagai Anggota DPRD Tapin (2004-2009).
Kariernya terus meroket. Dia menembus kursi Anggota DPRD Provinsi Kalsel (2009-2010), sebelum akhirnya memenangkan Pilkada dan menjabat Wali Kota Banjarmasin selama satu periode (2010-2015).
Kini, sebagai orang nomor satu di Kalsel, Muhidin kembali menunjukkan gayanya. Dia membeberkan duduk perkara dana Rp 4,7 triliun yang dipermasalahkan Menkeu. Dia menolak keras istilah “dana mengendap” atau “uang tidur”.
Menurut Muhidin, dana itu adalah kas daerah yang dikelola secara profesional. Uang itu sengaja ditempatkan dalam bentuk giro dan deposito di Bank Kalsel.
Bukannya “tidur”, dana itu justru produktif. “Dana deposito tersebut memberikan bunga sebesar 6,5 persen per tahun,” bebernya. “Artinya, setiap bulan daerah memperoleh keuntungan sekitar Rp21 miliar, yang langsung masuk ke kas daerah,” sambung Muhidin.
Dia juga mengungkap biang kerok salah data yang dipegang pusat. Ternyata, ada kekeliruan teknis di sistem perbankan. Kode sandi nasabah Pemprov Kalsel (S13-1301L) salah input, sehingga sempat terbaca sebagai milik Pemko Banjarbaru (S13-1302L).
“Hal itu sudah kami klarifikasi dan diluruskan ke pihak Bank Kalsel maupun Kementerian Dalam Negeri,” tegasnya.
Uang Terus Bergerak
Muhidin memastikan uang itu terus bergerak. Hingga 28 Oktober, Pemprov telah menarik Rp 268 miliar untuk membayar berbagai proyek. “Setiap ada kegiatan yang selesai, kita cairkan melalui giro,” ujarnya.
Penjelasan Muhidin diperkuat jajarannya. Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Kalsel, Sri Sutarni, menegaskan langkah itu sah. Dasarnya adalah PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.
“Penempatan dana dalam deposito dilakukan untuk mengelola kas daerah yang belum digunakan agar tetap produktif,” kata Sri, Kamis (30/10).
Dia menegaskan, dana itu masih ada bukan karena ditahan. Melainkan karena proses lelang belum tuntas, pekerjaan belum selesai, atau pembayaran masih dalam termin. “Semua berjalan sesuai mekanisme,” pungkasnya.***
 
				 
         
                                         
                                         
                                         
                                         
                                        