Putusan MK soal Keterwakilan Perempuan Jadi Tonggak Baru Demokrasi Parlemen Indonesia

Putusan MK soal Keterwakilan Perempuan Jadi Tonggak Baru Demokrasi Parlemen Indonesia

MAKLUMAT Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan keterwakilan perempuan di setiap alat kelengkapan dewan (AKD) DPR RI, disebut sebagai langkah progresif yang memperkuat kualitas demokrasi dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.

Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya menegaskan bahwa keputusan MK tersebut melengkapi aturan keterwakilan perempuan yang sudah berlaku dalam sistem pemilu.

“Putusan ini progresif. Dari hulu hingga hilirnya kini sebangun. Keterwakilan perempuan di parlemen semakin proporsional. Ini keputusan penting yang akan diapresiasi semua pihak,” ujar Willy di Jakarta, Rabu (5/11).

Menurutnya, kehadiran perspektif perempuan di DPR akan memperkaya kualitas legislasi, penganggaran, dan pengawasan terhadap eksekutif. Pikiran-pikiran terbaik perempuan akan punya ruang lebih luas. Ini akan mendorong produk legislasi dan kebijakan publik yang lebih adil dan berkeadilan gender.

Sebagai Ketua Komisi yang membidangi urusan hak asasi manusia, Willy menilai putusan ini memperkuat reputasi Indonesia di kancah global dalam komitmen pemenuhan HAM.

“Keputusan ini bahkan melampaui banyak negara maju. Di Amerika dan Uni Eropa saja, keterwakilan perempuan di parlemen masih menjadi diskresi partai atau pimpinan dewan,” ujarnya.

Willy menjelaskan hanya sedikit negara yang mengatur keterwakilan perempuan secara detail di tingkat undang-undang parlemen, dan Indonesia kini menjadi salah satunya.Dengan terbitnya putusan tersebut, ia mendorong agar DPR segera menyesuaikan tata tertib internal untuk memastikan implementasi di semua AKD berjalan efektif.

Baca Juga  Satu Per Satu Partai Nonaktifkan Anggota DPR, Kini Adies Kadir Dinonaktifkan Golkar

“Putusan progresif ini perlu segera diejawantahkan dalam tata tertib DPR. Saya yakin pimpinan DPR dan AKD akan segera menindaklanjutinya,” pungkas dia.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, menilai keputusan ini sebagai langkah maju bagi demokrasi Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan gender.

“Putusan ini merupakan tonggak penting bagi kemajuan demokrasi yang lebih inklusif dan berkeadilan gender. Keterwakilan perempuan di tingkat pimpinan AKD bukan hanya soal angka, tetapi juga memastikan perspektif dan pengalaman perempuan hadir dalam setiap kebijakan yang berdampak bagi masyarakat,” ucap Arifah.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam putusan Nomor 169/PUU-XXII/2024, MK mewajibkan setiap pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), mulai dari komisi, badan, hingga panitia khusus memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen.

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *