MAKLUMAT – Nama Indonesia kembali mencuri perhatian dunia akademik. Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Rektor UMY), Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc., menembus peringkat ke-11 dunia bidang Ilmu Pemerintahan dan peringkat ke-23 dunia bidang Ilmu Politik versi ScholarGPS 2025.
Capaian tersebut menempatkan Prof. Achmad Nurmandi dalam 0,5 persen akademisi paling berpengaruh di dunia. Prestasi itu sekaligus memperkuat posisi UMY sebagai salah satu kampus Indonesia yang konsisten menembus panggung akademik global.
Namun, Nurmandi menegaskan bahwa capaian tersebut tidak lahir dari kerja individual. Ia membangun fondasi prestasi itu melalui kolaborasi panjang bersama dosen, mahasiswa, asosiasi keilmuan, serta jejaring akademisi internasional sejak lebih dari satu dekade lalu.
“Ini hasil kerja kolektif. Sejak 2010 saya membangun kolaborasi riset dengan banyak peneliti, baik di dalam maupun luar negeri. Tanpa jejaring, capaian seperti ini tidak mungkin terwujud,” ujar Achmad Nurmandi, Selasa (16/12).
Ia aktif terlibat dalam berbagai riset lintas negara dan menjalin kerja sama dengan akademisi dari universitas papan atas dunia. Pengalaman sebagai visiting professor dan research fellow di sejumlah perguruan tinggi luar negeri membentuk cara pandangnya terhadap standar riset dan publikasi global.
Menurut Nurmandi, lingkungan akademik yang kompetitif mendorong akademisi terus berkembang. Ia menilai dosen dan peneliti Indonesia harus berani keluar dari zona nyaman agar kapasitas keilmuan meningkat.
“Kalau kita terus berada di lingkungan yang sama, kapasitas tidak akan berkembang. Kita harus keluar dan belajar dari mereka yang lebih unggul,” katanya.
Dalam perjalanan akademiknya, Nurmandi konsisten menekuni kajian urban government dan urban planning. Dari sana, ia mengembangkan riset ke bidang e-government, e-democracy, e-participation, e-election, hingga dinamika pemerintahan digital berbasis media sosial.
Ia sengaja memilih bidang kajian yang spesifik dan belum ramai peminat. Strategi tersebut membuat karya ilmiahnya menonjol dan memiliki kontribusi keilmuan yang jelas.
“Kalau masuk ke bidang yang sudah terlalu padat, kita hanya jadi pengikut. Tapi ketika menggarap bidang yang belum banyak disentuh, karya kita justru menjadi rujukan,” jelasnya.
Ia menambahkan, banyak publikasinya dengan sitasi tinggi justru berasal dari studi kasus Indonesia dan Asia Tenggara. Fakta itu menunjukkan bahwa konteks lokal memiliki daya tarik global jika dikaji dengan teori dan metodologi yang kuat.
ScholarGPS sendiri merupakan platform pemeringkatan akademik global yang mengintegrasikan data dari Scopus dan Web of Science. Pemeringkatan tersebut menilai akademisi berdasarkan jumlah publikasi, sitasi, serta pengaruh keilmuan di tingkat dunia.
Lebih jauh, Nurmandi menegaskan bahwa kualitas publikasi harus menjadi prioritas utama di dunia akademik. Ia mendorong para profesor di UMY menghasilkan karya ilmiah yang benar-benar berdampak bagi pengembangan ilmu dan kebijakan publik.
“Negara memberi kehormatan dan tunjangan profesi kepada profesor agar mereka menghasilkan karya berkualitas, bukan sekadar simbol,” tegasnya.
Saat ini UMY memiliki 47 guru besar. Nurmandi berharap setiap profesor mampu melahirkan minimal satu karya ilmiah berkualitas tinggi setiap tahun. Ia juga mendorong dosen muda berani menembus jurnal internasional bereputasi sebagai bagian dari pembangunan kultur akademik yang unggul dan berdaya saing global.***