MAKLUMAT – Eskalasi konflik PBNU kian melebar. Setelah memicu polemik kepemimpinan, perseteruan antara Kubu Sultan dan Kubu Kramat kini merembet ke urusan administrasi surat-menyurat melalui platform Digdaya Persuratan PBNU.
Polemik bermula dari terbitnya Surat Instruksi Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar Nomor 4795/PB.23/A.II.08.07/99/12/2025 pada 1 Desember 2025. Surat tersebut memerintahkan penangguhan atau moratorium implementasi Digdaya Persuratan tingkat PBNU. Instruksi itu ditujukan kepada Wakil Ketua Umum PBNU Bidang OKK sekaligus Pengarah Tim Transformasi Digital PBNU, Amin Said Husni.
Dalam suratnya, KH Miftachul Akhyar seperti dilansir NU Online pada Rabu (17/12/2025), menyatakan seluruh surat yang diproduksi melalui Digdaya Persuratan sejak tanggal diterbitkannya instruksi dinyatakan tidak sah. Penangguhan dilakukan hingga selesainya proses investigasi oleh Tim Pencari Fakta terkait dugaan penyimpangan tata kelola Digdaya Persuratan. Instruksi ini didasarkan pada hasil Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 serta keterangan pers Rais Aam PBNU pada 29 November 2025.
Langkah tersebut diperkuat melalui Surat Edaran Nomor 4820/PB.01/A.II.10.01/99/12/2025 yang diterbitkan pada 16 Desember 2025. Surat Edaran tentang Moratorium Implementasi Digdaya Persuratan Tingkat PBNU itu ditandatangani Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar bersama Katib Aam PBNU versi Kubu Sultan Prof. M. Nuh, Pj Ketua Umum PBNU versi Kubu Sultan KH Zulfa Mustofa, serta Sekretaris Jenderal PBNU versi Kubu Sultan Saifullah Yusuf.
Surat Edaran tersebut menyatakan moratorium Digdaya Persuratan berlaku sejak 1 Desember 2025 hingga investigasi selesai. Seluruh surat PBNU, lembaga, dan badan khusus PBNU yang diterbitkan melalui Digdaya Persuratan setelah tanggal tersebut dinyatakan tidak sah. Selain itu, ditetapkan pula prosedur baru penerbitan surat PBNU yang dipusatkan di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal PBNU.
Surat Edaran itu disampaikan luas ke jajaran PBNU, PWNU, PCNU se-Indonesia, perguruan tinggi NU, hingga badan pengelola rumah sakit NU. Tembusannya bahkan dikirimkan ke sejumlah kementerian serta Perum Peruri.
Namun, langkah Rais Aam tersebut langsung mendapat sanggahan dari Kubu Kramat. Pada hari yang sama, 16 Desember 2025, beredar Surat Penegasan dan Sanggahan bernomor 4900/PB.01/A.I.01.08/99/12/2025. Surat ini ditandatangani Rais Syuriyah PBNU versi Kubu Kramat KH A. Mu’adz Thohir, Katib Aam PBNU versi Kubu Kramat KH Akhmad Said Asrori, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, serta Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Najib Azca.
Dalam surat tersebut, Kubu Kramat menegaskan bahwa KH Yahya Cholil Staquf tetap sah sebagai Ketua Umum PBNU sekaligus Mandataris Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Pemberhentian Gus Yahya melalui Rapat Harian Syuriyah dinilai melanggar AD/ART NU karena mandat Muktamar hanya bisa dicabut melalui forum Muktamar.
Surat itu juga menyebut bahwa keputusan Rapat Harian Syuriyah 20 November 2025 beserta seluruh produk turunannya, termasuk Surat Instruksi dan Surat Edaran moratorium Digdaya Persuratan, dinilai cacat hukum, tidak sah, dan batal demi hukum. Kubu Kramat merujuk pada SK Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-0001097.AH.01.08 Tahun 2024 yang masih mengesahkan Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU.
Selain itu, Kubu Kramat mempersoalkan keabsahan penandatangan Surat Edaran moratorium Digdaya Persuratan. Menurut mereka, Prof. M. Nuh dan KH Zulfa Mustofa tidak memiliki legal standing karena namanya tidak tercantum dalam SK Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan PBNU.
Dalam surat sanggahannya, Kubu Kramat juga menilai Digdaya Persuratan sebagai instrumen vital transformasi digital NU. Penghentian platform tersebut dianggap berpotensi mengganggu tata kelola organisasi dan membawa NU mundur ke sistem administrasi lama.
Melalui surat itu, Kubu Kramat mengimbau seluruh jajaran NU di pusat dan daerah tetap tenang serta menjalankan roda organisasi di bawah kepemimpinan Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sebagai Mandataris Muktamar.***