MAKLUMAT — Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, menegaskan sikap resmi Muhammadiyah yang tidak mempermasalahkan status kebencanaan, tetapi fokus untuk terus bergerak dan terlibat dalam upaya-upaya penanggulangan bencana melalui berbagai cara.
Hal itu ia tegaskan dalam Refleksi Akhir Tahun 2025 yang ditayangkan di kanal YouTube Muhammadiyah Channel pada Rabu (31/12/2025).
“Muhammadiyah dengan sikap resmi yang tidak mempersoalkan status kebencanaan serta menjauhi silang sengketa, akan terus bergerak dan terlibat dalam usaha penanggulangan bencana di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan daerah lainnya,” tandas Haedar.
“Dengan mengerahkan segala kemampuan, Muhammadiyah mengirim relawan dengan berbagai keahlian serta menghimpun dana untuk kepentingan penanggulangan bencana, hingga fase rehabilitasi dan rekonstruksi,” sambungnya.
Haedar menandaskan, langkah yang ditempuh Muhammadiyah tersebut merupakan wujud nyata tanggung jawab dan partisipasi kebangsaan yang konkret untuk meringankan masyarakat yang terdampak bencana dan mengalami masalah lainnya dalam kehidupan.
Muhammadiyah, kata dia, selalu terpanggil, memberi solusi atas masalah bangsa, serta tidak ingin menjadi beban bagi Indonesia.
“sebagaimana kami menjadi solusi atas kepercayaan pemerintah dan pihak Uni Emirat Arab dalam menyalurkan 30 ton beras untuk keperluan korban terdampak bencana,” sebutnya.
Haedar menjelaskan, misi kemanusiaan dan kebangsaan yang diperankan Persyarikatan Muhammadiyah merupakan ikhtiar yang berbasis ihsan, yakni kebaikan yang melintasi, yang diajarkan Tuhan dan nabi, bahwa musibah dan problem kehidupan tidaklah cukup terus diperbincangkan tanpa berbuat untuk mengatasi dan menyelesaikannya secara langsung dan berdampak nyata.
Gerak ini, lanjutnya, sekaligus ekspresi kemandirian dalam berbangsa yang dijalin dengan spirit cinta Indonesia di dunia nyata tanpa banyak bicara dan retorika.
“Karena itu kepada warga dan simpatisan Muhammadiyah di mana pun berada, mari terus membantu saudara-saudara tercinta yang terkena bencana maupun yang mengalami masalah lain dalam kehidupan negeri tercinta. Kerahkan segala kemampuan sebagai wujud ibadah kepada Allah serta berbuat ihsan kepada sesama dan lingkungan sekitar,” serunya.
Lebih lanjut, Haedar mengajak kepada seluruh warga dan simpatisan Muhammadiyah untuk tetap fokus dalam gerak kemanusiaan dan kepedulian sosial yang murni sebagai wujud panggilan suci teologi Al-Ma’un.
“Seluruh warga Persyarikatan tidak perlu terbelokkan oleh isu-isu lain yang dapat mengurangi energi dalam menghadapi musibah maupun dalam berkhidmat untuk umat dan bangsa,” tandas Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Lebih lanjut, Haedar meyakini bahwa jika bencana Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, serta daerah lainnya dapat dilalui dengan baik, beriringan dengan semua pihak yang bersatu dan berfikir konstruktif dalam berbangsa dan bernegara, maka Bangsa Indonesia akan jauh lebih kuat memasuki tahun baru 2026, yang dinilainya bakal memiliki masalah, tantangan, dan agenda yang juga tidak ringan.
Tak cuma itu, di tengah konstelasi global yang kian kompleks, Haedar menekankan bahwa Indonesia di tahun 2026 dituntut semakin waspada dan seksama dalam menghadapi kehidupan di berbagai aspek. Masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, perkembangan ekosistem, perubahan iklim, dan problematika lainnya yang berat dan kompleks.
“Sungguh menuntut transformasi kehidupan yang bermakna agar Indonesia mampu melangsungkan kehidupan dan memproyeksikan masa depan ke jalan yang semakin pasti dan benar arah perjalanannya,” tandasnya.
Di sisi lain, kehidupan demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralitas kebangsaan yang kian bebas ke arah serba bebas alias liberal, menurut Haedar menuntut rujukan konstitusional dan penguatan nilai yang kokoh, bersendikan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.
“Rakyat dan tanah air Indonesia yang diperjuangkan kemerdekaannya tahun 1945 dengan darah dan segenap pengorbanan oleh para pejuang dan pendiri negara, semakin menuntut kepastian untuk dijamin kehidupan dan keberlangsungannya,” tegasnya.
“Pastikan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia secara nyata dan konsisten mampu melaksanakan kewajiban konsitusionalnya dalam melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menandaskan bahwa para tokoh politik dan pejabat negara dituntut jiwa, pemikiran, serta orientasi kenegarawanan dan keteladanan yang luhur dalam memimpin Indonesia ke arah yang benar.
Arah berbangsa dan bernegara, kata dia, mesti sejalan nilai, konstitusi, dan cita-cita nasional yang diletakkan oleh para pendiri negara. “Jauhi kedangkalan jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan yang akan membelokkan arah berbangsa dan bernegara,” sorotnya.
Para elite dan seluruh komponen bangsa, termasuk para pemimpin agama, menurut Haedar, dituntut kiprah kenegarawanannya dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, daripada hasrat diri, kelompok, dan golongan sendiri.
“Jadilah suluk pencerah bangsa dengan nilai-nilai luhur kehidupan yang kaya makna,” serunya.
Sementara di sisi lain, seluruh rakyat Indonesia dituntut semakin terdidik dan dewasa agar mampu menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan lebih baik di tengah persaingan tinggi dengan bangsa-bangsa lain di berbagai kawasan.
“Mari berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pegangi nilai-nilai luhur dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, agar masa depan Indonesia semakin berjaya. Kami mengajak seluruh pihak mesti bergerak bersama dengan wawasan jauh ke depan dalam ikatan persatuan Indonesia yang kokoh dan autentik, menuju Indonesia Raya yang berkemajuan dan berperadaban utama,” pungkas Haedar.