ANGGOTA DPR RI Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin menyebut setidaknya ada empat relasi yang perlu dibangun oleh Persyarikatan Muhammadiyah dalam konteks hubungannya dengan politik.
Zulfikar memaparkan relasi pertama adalah Muhammadiyah harus menjadi supplier kader-kader politik untuk bertarung dalam kontestasi elektoral, mulai dari tingkat paling bawah hingga tingkat paling atas. Baik untuk di tataran eksekutif maupun legislatif.
“Momentum politik, momentum elektoral itu kita kan sudah tau kan 5 tahun sekali, kalau di desa berdasarkan UU baru itu kan nanti 8 tahun sekali,” ujarnya ketika menjadi pembicara dalam Sarasehan Bersama Caleg KaderMu Terpilih.
Kegiatan digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim di Aula KH Mas Mansur Gedung PWM Jatim, Kota Surabaya pada Sabtu (1/6/2024).
Maka, ia meminta, Muhammadiyah bisa menyiapkan betul orang-orang (kader-kader) yang mampu untuk bersaing di arena politik.
“Jadi Muhammadiyah bisa menyuplai kader-kader politik. Mulai Ketua RT, Ketua RW, Kadus, Kepala Desa, Kepala Daerah, DPRD Kabupaten, Provinsi, Pusat, dan seterusnya, Presiden dari Muhammadiyah,” imbuh anggota dewan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur III tersebut disambut tepuk tangan peserta forum.
Menyiapkan kader itu, kata Zulfikar, adalah salah satu tujuan dibentuknya LHKP, yakni untuk mendidik dan menyiapkan kader-kader Persyarikatan yang siap untuk terjun di dalam politik praktis.
“Kader yang seperti apa? Kalau Bahasa saya kader yang par-excellence dan kosmopolitan. Sederhananya bukan hanya kader yang ‘plek-ketiplek‘ berkecimpung di internal Muhammadiyah saja,” terangnya.
Relasi kedua, Zulfikar menyebut, pentingnya suplai ide atau gagasan. Sehingga politik Indonesia tidak menjadi kering gagasan, tidak menjadi kering nilai.
“Apa nanti gagasan Muhammadiyah untuk tata pemerintahan di Indonesia ini, untuk demokrasi. Masalah kita ini kan sama saja dari dulu, korupsi, kolusi, nepotisme. Saya tambahkan satu lagi, feodal. Kita ini ternyata masih feodal,” tegasnya.
Kemudian, pria yang juga menjabat Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) itu menyebut, faktor ketiga adalah suplai logistik atau dana.
“Kalau bisa ketika mendorong dan menyiapkan kader untuk bertarung di politik itu harus didampingi, dibersamai, termasuk pembiayaannya. Jangan dibiarkan kader-kader politik itu berjuang sendirian. Karena bagaimana pun politik itu butuh modal kapital, membutuhkan anggaran,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Zulfikar menyebut faktor keempat adalah suplai suara. Sebab, suara inilah yang kemudian menentukan kader tersebut akan jadi atau tidak.
Maka, masih menurut Zulfikar, warga Muhammadiyah harus bisa mengonsolidasikan suaranya sehingga bisa menyukseskan kader Muhammadiyah untuk duduk baik di legislatif maupun di eksekutif.
“Menurut saya sudah bagus hasil Rakernas itu satu dapil satu kaderMu. Maka ke depan evaluasi saya, harapan saya juga supaya suara itu tersuplai dengan baik harus dipikirkan betul. Dari partai mana pun terserah, yang penting satu dapil itu ada satu kader yang berhasil jadi,” jelasnya.
“Suara Muhammadiyah ada berapa? Cuma terbatas. Lalu mau dibagi berapa caleg? Yo gak dadi kabeh (ya tidak jadi semua). Mangkane (makanya) harus dipikirkan betul, harus realistis juga, supaya bisa dipastikan setiap dapil itu ada satu kaderMu yang jadi. Makanya suaranya harus dikonsolidasikan,” tandasnya.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto