23.1 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasSoal Permohonan Pelantikan Presiden Dipercepat, MK: Langgar Konstitusi

Soal Permohonan Pelantikan Presiden Dipercepat, MK: Langgar Konstitusi

Hakim MK Arif Hidayat

HAKIM Konstitusi Arief Hidayat menegaskan, permohonan uji materi agar pelantikan Presiden terpilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 dipercepat adalah sesuatu yang melanggar konstitusi.

Hal itu dia tegaskan dalam sidang pemeriksaan permohonan uji materi terkait Pasal 416 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, Rabu (17/7/2024) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

Pemohon dalam perkara yang teregister dengan nomor 65/PUU-XXII/2024 itu diketahui atas nama Audrey G Tangkudung, Rudi Andries, Desy Natalia Kristanty, Marlon S C Kansil, serta Meity Anita Lingkani.

Para pemohon tersebut, meminta MK menambahkan ketentuan MPR harus segera melantik presiden dan wakil presiden terpilih selambat-lambatnya pada tiga bulan setelah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu.

Desy, yang turut hadir di Ruang Sidang menilai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden cukup lama, hingga sekitar delapan bulan sejak ditetapkan dan diumumkan terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, hal itu menyebabkan kekosongan hukum.

Dalam berkas yang diajukan, para pemohon menyebut sejumlah alasan yang diajukan untuk uji materi terhadap pasal tersebut. Antara lain mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global, politik geopolitik global, serta kepastian hukum.

Meski begitu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan. Sehingga mudah dikatakan permohonan kabur. Dia menyarankan, para Pemohon mempelajari Peraturan MK (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.

Dalam PMK ini, kata Arief, dijelaskan poin-poin yang harus dimuat dalam permohonan. Seperti identitas Pemohon, kewenangan MK, kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan, serta petitum yang memuat hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian.

“Tidak bisa diajukan. Kalau diajukan, berarti Pak Jokowi tidak menjabat 5 tahun. Kalau tidak menjabat 5 tahun, ya, melanggar konstitusi. Jadi, permohonan ini nanti dipertimbangkan, pas apa tidak ini keinginannya?” tegasnya, Kamis (18/7/2024).

Arief menjelaskan, pasangan Presiden-Wakil Presiden Jokowi-Maruf saat itu dilantik pada tanggal 20 Oktober 2019. Sehingga, masa jabatan keduanya harus berakhir tepat 5 tahun setelahnya. Maka, Presiden dan Wakil Presiden terpilih seharusnya memang baru akan dilantik pada 20 Oktober 2024.

“Tadi alasannya, mestinya kalau (Pilpres) satu putaran sudah selesai, (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih) langsung dilantik. Kok dilantik? Pak Jokowi berarti jabatannya dikorting? Tidak bisa. Malah melanggar konstitusi kan?,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Arief menilai permohonan tersebut justru berpotensi melanggar kontitusi. Sedangkan tugas MK adalah sebagai penjaga konstitusi.

“Mahkamah kalau memutus seperti keinginan saudara, mahkamah yang melanggar konstitusi,” selorohnya.

Persidangan pendahuluan itu, dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani dan didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman serta Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Usai sidang tersebut, Arsul memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki berkas permohonannya paling lambat 14 hari.

Untuk diketahui, para pemohon meminta agar Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu ditambahkan dan disempurnakan oleh MK dengan frasa berikut:

“Apabila calon Presiden dan calon Wakil Presiden terpilih telah memperoleh suara pada Pemilu putaran pertama lebih dari 50 persen dan setelah ditetapkan oleh KPU, maka MPR harus segera melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambat-lambatnya pada 3 bulan setelah ditetapkan oleh KPU.”

Reporter: Ubay NA 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer