23.6 C
Malang
Sabtu, November 23, 2024
KilasMK Buka Kemungkinan Kabulkan Gugatan Model Presidential Threshold Maksimum

MK Buka Kemungkinan Kabulkan Gugatan Model Presidential Threshold Maksimum

Hakim MK Guntur Hamzah
Hakim MK Guntur Hamzah

MAHKAMAH Konstitusi (MK) membuka kemungkinan untuk mengubah sikapnya dalam memutus gugatan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diajukan eks Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI periode 2012–2017 Muhammad.

Gugatan model presidential threshold maksimum tersebut menyebutkan paslon presiden-wakil presiden diusung oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang memenuhi perolehan kursi di DPR, selama tidak melampaui persentase tertinggi parpol pemenang Pemilu sebelumnya.

Hakim MK Guntur Hamzah mengatakan, MK bisa saja mengubah aturan soal presidential threshold, asalkan gugatan tersebut didukung oleh argumentasi yang kuat. “Bisa jadi Mahkamah yang akan mengubah, tapi harus didukung argumentasi yang kuat. Bukan tidak mungkin diubah,” katanya dalam siding pendahuluan di Gedung MK, Senin (5/8/2024).

“Misalnya, kali ini perkembangan ketatanegaraan kita sekarang landai, saatnya memikirkan. Jangan sampai ada pengujiannya menjelang pemilhan presiden (pilpres),” ucapnya memberi usul.

Guntur pun meminta agar Muhammad dan kawan-kawan sebagai pihak pemohon memperkuat alasan permohonan mereka. Supaya gugatan itu tidak dianggap sama dengan puluhan gugatan sejenis yang sebelumnya telah ditolak MK karena presidential threshold dianggap sebagai ranah pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang.

Diketahui, Eks Ketua Bawaslu 2012-2017, Muhammad bersama 3 pakar lainnya, yakni Dian Fitri Sabrina, Muhtadin Al Attas, serta Muhammad Saad, mengajukan model ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold maksimum ke MK.

Gugatan diajukan terhadap aturan presidential threshold yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

“Menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu … bertentangan UUD 1945 selama tidak dimaknai sebagai ‘Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi di DPR, selama tidak melampaui persentase tertinggi partai politik pemenang berdasarkan hasil pemilu sebelumnya’,” kata Dian mewakili para pemohon dalam sidang pendahuluan di MK.

Dalam gugatannya tersebut, para pemohon juga menyampaikan sejumlah argumentasi teoretis atas model alternatif presidential threshold yang mereka dorong.

Salah satunya, model tersebut dianggap tidak membatasi hak partai politik dengan suara mayoritas untuk mengusung capres-cawapresnya, tetapi tidak juga mengebiri hak partai politik dengan suara minoritas untuk juga dapat mengusung capres-cawapres secara mandiri.

Model ini, diyakini para pemohon akan mampu mencegah manipulasi ambang batas untuk keberhasilan pemilu sebagai suatu cara terstruktur yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung faksi atau kandidat tertentu karena dihegemoni oleh campur tangan dari pemerintah yang sedang berkuasa.

“Ambang batas maksimal akan membatasi munculnya koalisi besar dan lahirnya calon presiden tunggal,” kata Dian.

Sebab, partai politik dapat melakukan koalisi dengan siapa pun selama tidak melampaui batas persentase yang dimiliki oleh partai politik pemenang Pileg sebelumnya.

“Ambang batas maksimal juga akan melahirkan pemilu yang adil dan transparan karena tidak ada pengecualian kandidat yang diusung oleh partai oposisi,” kata Dian.

Sebagai dampaknya, partai politik diyakini akan lebih mandiri dalam pencalonan presiden-wakil presiden, baik dari dalam maupun luar partai, sehingga ideologi partai politik juga tidak dikorbankan.

Harapannya, sistem ini akan memunculkan kekayaan capres-cawapres dalam pemilu. Dengan begitu, kekhawatiran terhadap potensi munculnya polarisasi setiap kali pemilu menjelang dapat diantisipasi.

Reporter: Ubay NA

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer