MENJADI anggota DPR tingkat Kota/Kabupaten Provinsi hingga pusat dalam kontestasi Calon Legislatif (Caleg) pada Pemilihan Umum adalah dambaan banyak orang. Dan ketika dalam penghitungan resmi KPU Provinsi dinyatakan kalah dengan sesama teman se partai adalah hal yang tidak mudah diterima.
Untuk sejumlah hal, karena menjadi Caleg sejumlah pekerjaan harus direlakan mengundurkan diri. Waktu yang cukup di Daerah Pemilihan (Dapil) karena harus melakukan konsolidasi suara pemilih.
Uang yang tidak sedikit jumlahnya harus dikeluarkan, baik untuk pengadaan property alat peraga kampanye dengan beragam bentuknya, bayar saksi, pertemuan tim sukses, dan lain lain. Yang kesemuanya itu hilang, tanpa mendapatkan kompensasi pengembalian dari teman se partai, meski suara yang menghantarkannya ke DPRD Provinsi atau lainnya adalah penjumlahan dari suara partai dan suara suara yang perolehan para Caleg se partai.
Perasaan tidak nyaman; menyalahkan, mengeluh, bersedih, kecewa, terhina, dan perasaan negatif lainnya adalah bagian dari suasana hidup ketika menjadi orang kalah. Sebab, tidak semua berbanding lurus, misalnya antara harapan, do’a dengan terkabulnya do’a. Pesan, do’a, harapan, menjalani prosesnya sendiri untuk sampai pada kenyataannya. Suasana ini disampaikan oleh Allah; “Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.”
Ada baiknya kita saling belajar bagaimana menghadapi ketidaknyamanan hidup. Kuncinya; Pertama, mengenali penyebabnya. Kedua, memahami bagaimana menyelesaikannya. Hidup dalam keadaan banyak diam ternyata terbukti tidak menyehatkan. Bukan saja tidak menyehatkan fisiknya, tetapi juga tidak sehat jiwanya; misalnya berpotensi memproduksi perasaan khawatir dan kecemasan yang berlebihan. Ditambah lagi dalam diamnya tidak banyak hal yang di lihat secara positif, justru mengembangkan pikiran dan perasaan yang negatif. Baik terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain.
Sebaliknya, bagi orang orang yang aktif, banyak gerak hidupnya lebih sehat dan produktif, baik secara fisik dan mentalnya. Jiwanya tetap stabil, bahagia, meski di lingkungan hidupnya tidak baik baik saja, boleh jadi bermasalah. Lebih banyak melihat kehidupan dari sudut positifnya daripada negatifnya.
Ada baiknya, mulai mencoba menghilangkan perasaan sakit, kekhawatiran dan kecemasan berlebihan yang tidak baik, tidak produktif bagi kehidupan. Dan mencoba bergerak menghadirkan, mengembangkan, dan merawat kebahagiaan untuk kehidupan yang lebih baik.
Pertama, menerima perasaan tidak nyaman sebagai fakta yang sedang dialami. Tidak perlu menghindar dan menyangkal adanya masalah yang mengubah perasaan nyaman menjadi tidak nyaman. Tetapi biarkan diri merasakan sepenuhnya, agar terjadi kontak psikis; menjiwai, mengintrospeksi, dan merefleksi diri diantara dua situasi yang berbeda.
Kedua, mengenali penyebabnya dengan mencoba mengidentifikasi hal apa saja yang membuat perasaan tidak nyaman. Apakah situasi tertentu, orang-orang di sekitar, atau pikiran negatif. Memahami penyebab timbulnya masalah sangat membantu menemukan jalan keluar yang tepat.
Ketiga, mengatur pernapasan untuk menenangkan diri dan mengurangi stres. Bernapas dalam-dalam dan perlahan dapat membantu meredakan ketegangan fisik dan mental. Kegiatan ini mudah dan sangat efektif, manfaatnya terbukti langsung dapat dirasakan pengaruhnya.
Keempat, fokus pada penyelesaian masalah. Segenap perhatian dan perasaan difokuskan untuk menyelesaikan masalah. Pahami masalah utamanya apa, dan segera rumuskan rencana apa saja yang bisa dilakukan secara mendetail untuk menyelesaikannya satu per satu.
Kelima, mengembangkan relaksasi, dan menghindari ketegangan diri. Menemukan cara dan situasi terbaik yang bisa membuat situasi nyaman. Sejumlah aktivitas dapat dilakukan untuk membantu mengurangi ketegangan fisik dan dapat meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Olahraga dengan beragam pilihannya, membaca alqur’an, berdo’a, sholat, adalah sejumlah aktifitas yang bisa dipilih.
Sebagai orang beragama, sepenuhnya menyakini bahwa segala bentuk peribadatan yang disyariatkan Allah, mendatangkan ketenangan. Allah berfirman; “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada)”. Allah juga berfirman; “Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Sebagai bahan renungan, pada salah satu firman Nya, Allah sampaikan; “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.”
(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
Keenam, menemukan dukungan, baik dengan orang-orang terdekat atau tenaga profesional jika diperlukan. Berbagi perasaan dan pengalaman kepada orang terdekat, orang yang dipercaya, dan tenaga profesional dapat membantu meringankan beban masalah kehidupan. Asalkan orang terdekat dan tenaga profesional yang amanah, bisa menyimpan rahasia atas masalah klien dan memberikan dukungan emosional.
Ketujuh, berkontribusi kepada orang lain. Di samping penting berfokus pada diri dalam menyelesaikan masalah, juga harus fokus memberikan perhatian, membantu orang lain. Berkontribusi kepada orang lain dalam bentuk shodaqoh; perbuatan (amal), materi (mal), pengetahuan dan nasehat (ilmu) dapat memberikan rasa pencapaian dan kepuasan yang dapat mengurangi perasaan tidak nyaman.
Hal ini Allah juga sampaikan dalam firman Nya; “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Tamam Choiruddin, Penulis adalah Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan