WAKIL ketua PWM Jatim M. Khoirul Abduh memberikan otokritik kepada internal Muhammadiyah. Dia berpendapat bahwa Muhammadiyah belum mampu melakukan kapitalisasi suara dalam konteks politik, sehingga Muhammadiyah kerap mengalami kekalahan baik dalam kontestasi maupun dalam kebijakan publik.
”Muhammadiyah punya potensi besar, warganya ada di mana-mana, amal usahanya di mana-mana dan di berbagai bidang, tetapi tidak bisa mengkapitalisasi suara. Dalam kontestasi DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI saja kalah terus. Jadi Muhammadiyah itu unik, ada di mana-mana tapi ternyata tidak ada di mana-mana” kata Abduh.
Menurut Abduh, di internal Muhammadiyah sendiri masih cukup sulit menerima kader politik untuk berkecimpung sebagai pengurus Muhammadiyah, sehingga berdampak pada munculnya gap yang tinggi antara Muhammadiyah dengan politik dan akhirnya berpengaruh pada kekuatan Muhammadiyah dalam konteks politik dan kebijakan publik.
“Ya contohnya dalam pembentukan pengurus saja, itu perdebatan panjang ketika kader yang diajukan adalah orang partai politik (parpol). Padahal semua juga tahu bahwa kader itu adalah kader murni, kader asli Muhammadiyah yang sudah berproses lama di lingkungan Muhammadiyah,” kritiknya.
Menurut pria asal Jombang itu, jadi apapun kader Muhammadiyah, termasuk menjadi seorang politisi, yang terpenting adalah kembali dan berkontribusi kepada persyarikatan. “Jadi apapun, jadi politisi di partai mana pun, tapi tetap kembali ke rumah besar Muhammadiyah,” tegasnya.
Abduh melanjutkan, menurutnya sejauh ini gerakan politik Muhammadiyah masih belum terukur. Sebab, tidak berbasiskan pada data dan survei yang valid, meskipun Muhammadiyah memiliki infrastruktur dan sumberdaya yang mumpuni untuk melakukan itu. ”Masih terawangan saja, ditanya datanya kita belum punya. Padahal modal terpenting dalam kontestasi, data dan survey yang valid itu, tapi kita tidak punya. Ya itu namanya takhayul politik,” ujarnya.
Mungkin, imbuh Abduh, waktu itu Almarhum Pak Najib Hamid sudah cukup terkenal, banyak yang mengenal sosok dan ketokohannya, tapi ketika tidak punya data yang valid, tidak bisa mengkapitalisasi suara akhirnya kalah -merujuk pada kekalahan kader Muhammadiyah dalam kontestasi DPD RI tahun 2019.
Inisiator Kebon Jambu Institute itu pun menegaskan, Muhammadiyah Jatim melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) akan membenahi hal itu dengan mendirikan Divisi Data dan Survei, yang diklaimnya sebagai satu-satunya LKHP di Indonesia yang memiliki divisi tersebut.
“Kita punya sumber dayanya, dosen-dosen dan peneliti-peneliti hebat di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Jatim, itu harus diberdayakan. Kita punya kader-kader yang bisa dikerahkan untuk menjadi surveyor, dan sebagainya,” ungkap Abduh.
Lebih lanjut, mantan Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jatim itu menerangkan, bahwa data-data dan survei yang dilakukan dan dikelola oleh LHKP itu, nantinya akan menjadi basis dalam melakukan penataan terhadap kader-kader Muhammadiyah yang berpolitik untuk berdiaspora di lini-lini pemerintahan. “Tidak ada kata terlambat untuk berbuat,” jelasnya. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto