MAKLUMAT – Langit Jakarta seolah mengikuti skenario baru. Selama dua hari berturut-turut, tepatnya pada 7-8 Desember 2024, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sukses menjalankan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).
Hasilnya? Intensitas hujan di beberapa wilayah Jakarta berhasil ditekan hingga 67%, mengurangi risiko banjir dan genangan yang selama ini jadi momok ibu kota.
Operasi ini dilakukan sebagai respons atas peringatan dini yang dikeluarkan BMKG. BMKG pada 5 Desember lalu mengeluarkan peringatan dini untuk mengantisipasi cuaca ekstrem yang diprediksi melanda sejumlah wilayah, termasuk Jakarta. Prediksi tersebut menyebutkan puncak hujan lebat, kilat-petir, dan angin kencang akan terjadi pada 6-8 Desember dan berpotensi berlanjut hingga 9 Desember.
“Langkah ini adalah bagian dari mitigasi lanjutan untuk meminimalkan dampak bencana hidrometeorologi, seperti banjir, yang sering melanda Jakarta,” jelas Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dikutip dari keterangan resminya, Selasa (10/12).
Teknologi Penyemaian Awan
Selama operasi, BMKG mengerahkan lima sorti penerbangan dengan empat ton bahan semai di langit Jakarta. Penyemaian awan ini berhasil mengalihkan dan mengendalikan distribusi hujan ke lokasi yang lebih aman.
“Hasilnya cukup signifikan. Pada 7 Desember, kami berhasil mengurangi curah hujan di sisi timur Jakarta, meskipun ada peningkatan di sisi tengah dan barat. Namun, pada 8 Desember, hampir seluruh wilayah Jakarta mengalami penurunan curah hujan,” papar Tri Handoko Seto, Deputi Modifikasi Cuaca BMKG.
Menurut Seto, teknologi modifikasi cuaca memungkinkan hujan diarahkan agar tidak menumpuk di satu titik. “Sebagai contoh, pengurangan hujan di seluruh wilayah Jakarta pada 8 Desember berhasil mengurangi risiko genangan secara signifikan,” tambahnya.
Langkah Strategis Mitigasi
Dwikorita menekankan bahwa modifikasi cuaca merupakan strategi BMKG untuk mendukung mitigasi bencana di musim penghujan. Langkah ini dinilai efektif untuk wilayah-wilayah padat seperti Jakarta, terutama dalam menghadapi intensitas hujan tinggi.
Namun, Dwikorita juga mengingatkan bahwa operasi ini punya batasan. “Ketika puncak musim hujan datang, dengan fenomena atmosfer yang kompleks, kemampuan modifikasi cuaca mungkin tidak cukup untuk sepenuhnya menangani intensitas hujan. Tapi kami akan terus berupaya, terutama di daerah-daerah dengan risiko tinggi,” ujarnya.
Operasi ini membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi solusi cerdas menghadapi cuaca ekstrem, memberi harapan baru bagi Jakarta untuk tetap bertahan di tengah ancaman banjir. Bukan hanya tentang mengurangi hujan, tapi juga memastikan ibu kota lebih siap menghadapi musim penghujan.