MAKLUMAT – Di balik deretan rumah sederhana di Nginden Jangkungan, Surabaya, warga RT 06 RW 04 merayakan kemerdekaan dengan cara yang berbeda. Tidak sekadar lomba tujuhbelasan atau jalan sehat, mereka meresmikan kampungnya sebagai Kampung Literasi Keuangan—atau populer disebut Kampung Investor Saham.
Peresmian ini melibatkan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jawa Timur, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta PT Bahana Sekuritas. Simbolisnya sederhana: gunting pita di gang sempit. Namun maknanya besar, bahwa pasar modal kini tak lagi eksklusif milik kalangan elite.
“Banyak masyarakat jadi korban penipuan, mulai PNS, guru, hingga petani. Karena itu, warga harus lebih cerdas. Terapkan 2L: legal dan logis sebelum berinvestasi,” tegas Milado Pani, Pengawas Divisi Pengawasan LJK 4 OJK Jawa Timur.
Pesan itu menegaskan persoalan mendasar: rendahnya literasi keuangan membuat masyarakat rentan. Di tengah maraknya investasi bodong, warga kecil sering jadi korban.
Perkuat Investor Ritel
Kepala BEI Jawa Timur, Cita Mellisa, melihat langkah warga Nginden sebagai terobosan. “Warga bisa belajar bersama-sama menjadi investor. Tujuannya jelas, agar masyarakat merasakan manfaat dari pasar modal Indonesia,” ujarnya. BEI memastikan perusahaan sekuritas akan mendampingi warga, mulai dari pembukaan rekening saham hingga edukasi transaksi.
Bagi warga, ini bukan perkara mudah. Ketua RT 06 RW 04, Agus Tricahyo Kuncoro, mengaku sebagian besar warganya bahkan belum pernah melihat saham secara nyata. “Terus terang kami masih bingung, bentuk saham itu seperti apa. Tapi kami senang kampung kami dilibatkan,” katanya.
Acara peresmian berlangsung meriah, lengkap dengan senam pagi, games, jalan sehat, dan doorprize. Namun di balik keramaian itu, ada langkah serius: membiasakan warga kampung berbicara tentang investasi, risiko, dan masa depan finansial.
Bagi Bursa Efek Indonesia, program ini sejalan dengan misi memperluas basis investor ritel. Bagi warga Nginden Jangkungan, ini adalah upaya keluar dari stigma bahwa investasi hanya milik orang kaya.
Dari gang sempit di Surabaya, lahirlah pesan yang lebih luas: literasi keuangan bisa tumbuh di mana saja, bahkan di tempat yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.